Dikutip dari : Buletin Kebudayaan Jabar (Kawit)
Oleh : Ronny Ardiwijaya
Tersebut pada zaman itu di Taman Sorga Loka, Sunan Ibu kedatangan "Dewi
Sri Pohaci Long Kancana" yang melaporkan bahwa di Buana Panca Tengah
belum terdapat "Cihaya" berupa sesuatu kebutuhan hidup para umat, yang
ada baru berupa "Nur Muhammad". Mendengar hal tersebut, Sunan Ibu
menitahkan agar Dewi Sri Pohaci Long Kancana berangkat ke Buana Panca
Tengah.
Dalam seyogianya Dewi Sri Pohaci Long Kancana tidaklah berkeberatan
untuk berangkat ke Buana Panca Tengah asalkan kepergiannya ditemani
Eyang Prabu Guruminda. Permohonan Sang Putri pun dikabulkan oleh Sunan
Ibu.Sebelum berangkat meninggalkan Sorga Loka, Eyang Guruminda duduk
bersemedi memohon petunjuk Hiang Dewanata. Setelah selesai semedi dan
memperoleh petunjuk, dengan kesaktiannya yang hanya dalam waktu sekejap
sang Putri berubah bentuk menjadi sebuah telur.
Setelah semua persiapannya selesai, maka berangkatlah Eyang Guruminda
mengiring Dewi Sri Pohaci Long Kancana dengan tujuan Negara Buana Panca
Tengah, yang disimpan dalam sebuah Cupu Gilang Kencana. Prabu Guruminda
setelah beberapa lama terbang ke setiap penjuru
utara-selatan-barat-timur yang pada akhirnya pada suatu ketika Cupu
Gilang Kencana terbuka dan "telur" di dalamnya pun terjatuhlah.
Sudah menjadi kersaning Sang Dewata, telur yang terjjatuh tadi jatuh di
suatu tempat yang mana tempat itu dihuni oleh Dewa Anta. (Cirebon
sekarang?). Dewa Anta yang mengetahui di tempat bersemayamnya ada telur,
ta ayal lagi maka telur itu pun dieraminya. Setelah beberapa waktu
lamanya telur dalam eraman Dewa Anta menetas dan lahirlah seorang putri
yang sangat cantik.
Dalam kedewasaannya dengan paras yang sangat cantik yang akhirnya
tersiar berita ke seluruh negri dan berdatanganlah ratu-ratu kerajaan
pada zamannya dengan maksud akan meminangnya untuk dijadikan permaisuri.
Dewi sri pohaci Long Kencana memperoleh pinangan dari para ratu ini
bukanlah menjadikan hatinya senang karena bila ia menerima pinangan
berarti ia telahmengingkari niatnya dan amanat yang telah dibebankan
kepadanya. Kepada setiap ratu pun telah dijelaskan bahwa maksud
pengembaraannya itu bukan semata-mata untuk mencari bakal suami, namun
untuk mengemban amanat dari Sang Hiang Widi di Sorga Loka yaitu untuk
menganugerahkan "CIHAYA" kepada negara gelar Buana Panca Tengah. >>
Walau penjelasn telah disampaikan namun pinangan terus-menerus
berdatangan juga dan oleh karenanya pada akhirnya Dewi Sri Pohaci Long
Kencana menderita tekanan bathin dan jatuh sakit. Lama kelamaan sakitnya
semakin parah dan tibalah suatu saat Sang Putri menyampaikan amanat
terakhir "Nanti bila saatnya tiba dan bila kelak aku sudah disemayamkan,
akan terdapat suatu keanehan-keanehan pada pusaraku". Hendaknya
diperhatikan pada pusaraku; pada bagian "larangan" kelak akan tumbuh
"pohon enau", sedang pada bagian "puser" akan tumbuh bermacam-macam
tumbuhan dan pada bagian kepala akan tumbuh "pohon kelapa". Dan akhirnya
dengan kehendak Sang Hiang Widi, Putri antik pun tilemlah.
Benarlah apa yang diamanatkan oleh Sang putri adalah menjadi kenyataan.
Dikisahkan pada suatu hari, ada kakek-nenek pencari kayu yang seperti
biasanya pada hari-hari tertentu mencari kayu bakar dan sekedar mencari
bahan makanan untuk bekal hidupnya berdua.
Suatu ketika kakek dan nenek mendapatkan sebuah pusara yang telah
ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang belum pernah ditemui dan dilihatnya
selama ini. Seperti apa yang telah diwasiatkan terdahulu bahwa pada
bagian "larangan" tumbuh pohon enau dan pada bagian kepala tumbuh pohon
kelapa. Namun pada bagian sekitar pusernya tumbuh bermacam-macam
tumbuhan dan tepat pada "puser'nya tumbuh suatu tanaman yang sangat aneh
dan belum pernah selama ini kakek dan nenek menemukannya dan baru kali
ini melihatnya. Adalah serangkai tumbuhan berdaunan bagus berbuah masih
hijau berbulu bagus pula.
Timbul niatnya untuk memeliharanya dan dibersihkannya sekitar tumbuhan
tersebut. Demikian dari hari ke hari minggu ke minggu dengan penuh
kesabaran dan ketekunan tumbuhan itu dipeliharanya. Tak terasa waktu
berjalan terus hingga menjelang bulan ke 5, buah yang hijau tdi telah
buncit berisi, sehingga buah yang setangkai itu merunduk karena
beratnya. Dengan penuh kesabaran dan keyakinan lagi pula ingin
mengetahui sampai di mana dan apa sebenarnya tumbuhan yang aneh itu.
Setelah beberapa lama menjelang bulan ke 6 ditengoknya kembali tumbuhan
tersebut dan ternyata butir-butir buah tadi berubah menjadi kuning
sangat indah nampaknya.
Setelah keduanya termenung maka timbullah niat untuk memetiknya.
Sebelum dipetik buah tadi dicicip terlebih dahulu dan ternyata isinya
putih dan semu manis rasanya. Kakek dan nenek menyiapkan dupa beserta
apinya untuk membakar kemenyan untuk memohon izin kepada Hiang Widi.
Selesai upacara membakar kemenyan, ditebaslah tumbuhan yang dimaksud dan
alangkah terkejutnya kakek dan nenek itu karena pada tangkai yang
dipotong tadi mengeluarkan darah bening serta harum *) namun bagi kakek
dan nenek tidaklah menjadi penyesalan karena disadarinya bahwa kejadian
ini sudah menjadi kehendak yang kuasa. Dan sudah bening serta harum
pulalah yang dijadikan kemenyan.
Namun timbul kemudian niatnya untuk menanamnya kembali dan butir-butir
buah tadi ditanamnya kembali sekitar pusara tadi. Keajaibannya pun
terjadi kembali karena dengan seketika itu pula butir-butir tadi tumbuh
dan sudah berbuah kuning pula. Kakek dan nenek langsung menbasnya pula
dan ketika itu pulalah ditaburkannya butir-butir kuning itu demikina
terus kejadian itu terulang sehingga terkumpullah ikatan butir-butir
buah kuning banyak sekali.
Atas kejadian ini kakek dan nenek menjadi bingung karenanya, memperoleh
hasil sangat berlimpah dalam waktu sekejap. Dari asal buah setangkai.
Lagi pula apa yang mereka miliki belum tahu apa dan buah apa gerangan
terlebih namanya pun belum ada.
Demikian, karena kakek dan nenek dalam kebingungan bahkan belum mendapat
keputusan untuk memberinya nama. Sehingga tiba-tiba nenek mengusulkan
bahwa berhubung kakek dan nenek selalu bingung tidak bisa ada keputusan
dan sukar untuk memilih, yang dalam bahasa Sundanya disebut "paparelean"
lebih baik buah ini kita sebut "pare" saja, demikian yang pada akhirnya
tumbuhan serta buahnya tadi diberi nama "Pare".
Tidaklah keberatan kiranya penulis di sini sedikit menganalisa atas
terjadinya nama "Pare". Pertama, mungkin karena ada kata "paparelean"
asal dari dua suku kata yaitu "papar" yang artinya "jelas", "maparkeun"
yang artinya menjelaskan, atau menegaskan, serta diambil dari kata
"Alean" (Sunda) yang artinya "milih" sehingga gabungan dari dua suku
kata awal yang mengandung dua makna yaitu "Par" da "e" pada elean
sehingga menjadi kata "Pare". >>
Kedua, mungkin asal kejadian dari kata "Alean" itu sendiri yang artinya
memilih. Umpamanya saja kami ambilkan contoh dari kata "pilih" bisa jadi
"milih" - marilih - "Parilih". Sehingga dalam kata "Alean" pun (kata
Sunda buhun) bisa terjadi perubahan bentuk menurut kebutuhan menjadi
pang"marelean"keun-di "perelean" yang kemudian hasil dari "marilih" tadi
disebut "PARE".
Demikian hingga sekarang di tatar Sunda yang dimaksud Nagara Buana Panca
Tengah, hingga kini tumbuhan serta buahnya yang dimaksud disebut "PARE",
yang merupakan cita-cita Dewi Sri Pohaci Long Kancana untuk kelengkapan
hidup yang disebut "CIHAYA". ***
copy right : mistiksunda.com
About
Thank you for your visit in my blog, you can access subtitle in this blog. If you need subtitle you can request in my contact or comment in one of article. Author : Alan Hendrawan
0 comments