Pada saat Mendel mempublikasikan hasil penelitiannya, konsep sel
sebagai unit dasar hidup telah berumur kurang-lebih 30 tahun. Namun saat
itu, elemen-elemen struktural sel baru dalam proses penelitian intensif
sejalan dengan dikembangkannya mikroskop dan sistem pewarna sel. Rekaan
pertama hasil studi ini adalah bahwa sel terdiri dari dua domain yang
terpisah dengan jelas: bagian inti (nukleus) dan bagian pinggiran
(sitoplasma). Keduanya dipisahkan oleh selaput inti.
Ditemukan selanjutnya bahwa pada bagian inti ada dua bagian yang
secara morfologi dapat dibedakan, yaitu daerah butiran (kromatin) yang
berwarna lebih kuat jika di warnai dengan pewarna tertentu, dan bagian
inti nukleus (nucleolus) yang warnanya tidak serupa dengan kromatin.
Sitoplasma sendiri terdiri dari beberapa organela seperti sentriola dan
vakuola.
Studi-studi embriologi menunjukan bahwa sel-sel penyusun tubuh
organisme tingkat tinggi berasal dari suatu seri pembelahan sel yang
diawali oleh sel telur yang dibuahi (diktum Rudolf Virchow, tahun
1850-an). Dari studi-studi sitologi sel kelamin jantan dan sel kelamin
betina, ditemukan bahwa walaupun ukuran sel telur sangat besar, namun
baik sel kelamin jantan dan sel kelamin betina memiliki inti sel dengan
ukuran yang sama, dan kedua-duanya memberi sumbangan hereditas yang
sama.
Dikarenakan kesamaan sumbangan sel kelamin jantan dan sel kelamin
betina kepada pewarisan sifat, dan ketidakseimbangan kontribusi daerah
sitoplasma, maka diduga inti sel dan bukan sitoplasma sebagai tempat
bersemayannya pewarisan sifat seluler.
Pada saat Mendel meninggal tahun 1884, telah diketahui bahwa
kromatin inti sel terdiri dari partikel-partikel yang membentuk
benang-benang dengan jumlah tertentu, atau kromosom, dan yang sangat
penting adalah bahwa inti sel jantan dan inti sel betina menyumbangkan
kromosom dalam jumlah yang sama kepada telur yang dibuahi. Setelah
pembelahan sel telur, setiap anggota dari satuan ganda kromosom ini
nampak terbelah secara longitudinal dan dipilah ke dalam dua sel turunan
(daughter cells) melalui suatu proses yang dinamakan mitosis. Melalui
proses ini, setiap sel memperoleh kedua set ganda kromosom dari sel
telur yang dibuahi.
Analisis mikroskopik sel-sel ovarium dan testis binatang dewasa yang
aktif membela tersingkap bahwa ada proses lain dari pemilahan kromosom.
Pada sel-sel ini, jumlah kromosom per tubuh sel menjadi setengah,
sehingga inti sel dari sel telur dan sel sperma mengandung satu set
tunggal kromosom yang dimiliki oleh telur dan sperma dari bapak dan ibu.
Proses-proses tersebut disebut meiosis.
Wilhelm Roux (1880-an) berpendapat bahwa sangat sulit membayangkan
jika mitosis dan meiosis hadir tanpa maksud yang baik. Proses meiosis
dan mitosis ada karena kromosom adalah penyusun bahan hereditas,
demikian argumentasinya. Tanpa sadar atas penemuan Mendel, ia mengajukan
postulat bahwa unit-unit hereditas diatur secara linier dalam
benang-benang kromosom.
Pemikiran Roux’s langsung di sambar oleh August Weismann dan
mengembangkannya ke dalam teori yang lebih sempurna mengenai hereditas
dan perkembangan. Ia mengemukakan bahwa pada organisme multiseluler yang
berbiak secara seksual, jumlah satuan-satuan hereditas diparuh pada
saat pembentukan sel telur betina dan sperma atau tepungsari (sel-sel
germ). Jumlah awal satuan-satuan hereditas kemudian dipulihkan saat
penggabungan inti sel telur betina dan jantan dalam proses pembuahan
yang menghasilkan individu baru. Bahan hereditas individu baru ini
setengahnya berasal dari sang ibu dan setengahnya lagi dari sang ayah.
Sayangnya Weissmann gegabah dengan mengatakan bahwa setiap kromosom
dalam inti sel membawa semua informasi untuk memproduksi satu individu
tunggal. Hal ini tidak sesuai kenyataan bahwa tanaman kapri memiliki 14
kromosom, dan tidak cocok dengan inferensi Mendel (yang saat itu belum
diketahui) bahwa tanaman kapri memiliki dua, dan bukan empat belas, kopy
dari setiap satuan hereditasnya. Teori Weissman menjadi sangat dikenal
saat itu, dan mendorong studi-studi pemuliaan kuantitatif seperti yang
telah dibuat Mendel 35 tahun sebelumnya.
Salah satu pendukung utama Teori Weissman adalah Hugo de Vries.
Walaupun de Vries menolak beberapa pandangan teori ini, ia melengkapinya
dengan mengatakan bahwa setiap satuan-satuan hereditas yang
dipostulatkan mengendalikan karakter tunggal, dan unit-unit ini dapat di
kombinasikan dengan berbagai cara pada turunannya. Untuk menguji dugaan
ini, dia melakukan percobaan seperti yang dilakukan oleh Mendel, dengan
kesimpulan yang sama seperti yang diperoleh Mendel. Percobaan dan
kesimpulan yang sama pada waktu yang hampir bersamaan (dua bulan
dilaporkan lebih awal) juga dilakukan oleh Carl Correns (Januari 1900)
Ditemukannya kembali
tulisan-tulisan Mendel melahirkan kegemparan yang luar biasa di kalangan
ilmuan karena hukum-hukum yang dideduksi dari percobaan-percobaannya
kemudian dapat dipahami dalam pengertian perilaku kromosom dalam mitosis
dan meiosis, yaitu bahwa setiap kromosom membawa hanya sebagian dari
semua satuan hereditas yang penting untuk memproduksi individu sempurna,
sehingga keseluruhan unit kromosom yang ada dalam sel germ mencakup
hanya satu jiplakan (copy) dari setiap unit. Sel yang membawa unit
kromosom tunggal ini disebut dalam keadaan haploid. Sehingga, individu
yang berasal dari telur yang dibuahi mengandung sepasang satuan
hereditas homologi, yaitu yang berasal dari bapak dan ibu. Sel yang
membawa satuan kromosom ganda dikatakan dalam keadaan diploid.
Di saat terjadi reduksi dalam meiosis dari dua kromosom dalam
sel-sel diploid menjadi masing-masing unit tunggal, maka individu
memberikan satu jiplakan tunggal dari setiap satuan hereditas ke sel-sel
germ haploid yang dengannya ia memperanakan turunannya.
Terjelaskannya faktor Mendel dalam perilaku mitosis dan meiosis
melahirkan dorongan yang luar biasa untuk melakukan studi-studi
genetika. Istilah-istilah baru kemudian muncul. Yang muncul pertama kali
adalah disiplin itu sendiri diberi nama genetika (genetics), dan unit
bawaan dasar Mendel disebut gen (gene). Dua gen homologi mewakili dua
bentuk alternatif disebut allelomorf (allelomorphs) yang kemudian
disingkat allela (alleles). Individu yang berkembang dari telur yang
dibuahi disebut zigot (zygote), individu homozigot (homozygote) yaitu
individu yang membawa sepasang allela identik, dan sebaliknya
heterozigot (heterozygote) bagi individu yang membawa sepasang allela
yang berbeda dari gen tertentu. Jumlah keseluruhan gen yang ada dalam
satu individu, dengan kata lain seluruh kromosom disebut genom (genome).
Di tahun 1901 de Vries mengajukan proposal bahwa alella-allela
berbeda dari gen yang sama muncul melalui perubahan tidak kontinu dan
sekonyong-konyong, suatu proses yang dinamainya mutasi (mutation).
Dengan ide mutasi, berkembang selanjutnya mutasi gen sebagai sumber
keragaman genetis. Konsep-konsep yang diturunkan dari hukum Mendel
kemudian diperluas pada berbagai organisme yang lain.
Impetus baru penelitian genetika diperoleh pada tahun 1910 sewaktu
Thomas H. Morgan dan kelompoknya di Universitas Columbia melakukan
penelitian genetika pada lalat buah anggur (vinegar fly; Drosophila)
untuk menjawab satu dari persoalan genetis dan filosofis saat itu yaitu
“apa yang menentukan sel telur yang telah dibuahi menjadi jantan atau
betina?
Melalui studi morfologi kromosom, Morgan dan kawan-kawan membuktikan
bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata dalam perangkat kromosom
jantan dan betina. Pada sel diploid betina terdapat 4 pasang kromosom
homologi; pada sel diploid jantan hanya terdapat tiga pasang, dua
kromosom sisanya nampaknya tidak sepadan, yang satu berukuran besar dan
yang lain berukuran kecil. Kedua kromosom berbeda itu disebut X dan Y.
Membandingkan dengan pasangan-pasangan yang ada pada betina,
disimpulkan bahwa sang betina membawa dua kromosom X dan tidak memiliki
kromosom Y. Dengan demikian, jika individu membawa sepasang kromosom XX
maka individunya adalah betina, dan individu dengan kromosom XY adalah
jantan. Baik kromosom X dan Y kemudian dinamai Kromosom Seks. Hal ini
kemudian menjadi jelas bahwa seks diturunkan sesuai dengan gen-gen
Mendelian yang sederhana dimana X/X homosigot adalah betina, dan X/Y
heterosigot adalah jantan.
Dengan demikian, semua telur haploid dari betina yang di hasilkan
oleh meiosis membawa satu kromosom X, sebaliknya sperma haploid yang
dihasilkan meiosis dalam testis jantan, setengahnya membawa kromosom X
dan setengahnya lagi membawa kromosom Y. Dengan demikian, pembuahan sel
telur oleh sperma pembawa kromosom X akan menghasilkan zigot betina,
dan sebaliknya pembuahan sel telur oleh sperma pembawa kromosom Y akan
menghasilkan zigot jantan.
Impetus kedua berasal dari T.H Morgan dan kelompoknya. Mereka
menemukan 85 bentuk mutan yang menyimpang dari tipe normal (wild type),
seperti bentuk sayap, warna tubuh, warna mata, bentuk bristel, dan
ukuran mata. Mutan-mutan tersebut disebabkan oleh mutasi spontan tunggal
yang jarang.
Tersedianya mutan-mutan tersebut di laboratorium memungkinkan
percobaan kawin silang dirancang guna mendalami mekanisme pewarisan
sifat. Hasil persilangan antara lalat bermutan dua gen (yang letaknya
di dua kromosom yang berbeda) dengan lalat pembawa allela normal,
meneguhkan temuan Mendel bahwa karakter resesif menghilang pada generasi
pertama dan muncul kembali dalam rekombinasi acak di antara turunan
kedua setelah kawin sendiri.
Apabila kawin silang dilakukan untuk dua karakter yang berada pada
kromosom yang sama, maka kedua allela tersebut cenderung muncul di
antara rekombinasi turunan kedua dalam kombinasi yang sama. Temuan ini
melahirkan pemahaman bahwa gen-gen yang berpaut demikian (linked genes)
membentuk satu kesatuan struktur genetis, sehingga mereka harus bergerak
bersama-sama dalam segregasi kromosom diploid selama meiosis.
Namun demikian, walaupun kedua karakter itu terpaut dalam satu
kromosom, beberapa rekombinasi juga berlangsung antara gen dalam
kromosom yang sama. Dalam hal ini, pada turunan kedua terdapat lalat
yang membawa pada kromosom yang sama satu gen yang allela-nya disuplai
oleh induk yang satu dan gen yang lain allelanya disuplai oleh induk
yang lain. Morgan menafsirkan hasil ini dalam pengertian terjadinya
pindah silang (crossing over) kromosom-kromosom homologi.
Basis sitogetika pindah silang sebelumnya telah ditunjukkan oleh
F.A. Janssens dalam pembelahan sel meiosis. Pada tahapan tertentu dalam
meiosis, setiap pasang kromosom homologi dari sel diploid membentuk
penjajaran titik-demi-titik (point-by-point alignment) atau disebut juga
sinapsis (synapsis). Dalam sinapsis terjadi pelukaan ditempat-tempat
persentuhan antar dua kromosom homologi yang berpasangan, yang
dilanjutkan dengan pertukaran potongan dari masing-masing kromosom yang
berpasangan. Jadilah dua kromosom rekombinan.
Dikarenakan probabilitas membuat suatu pelukaan dan penggabungan
kembali bersifat tetap untuk setiap satuan panjang kromosom yang
bersinapsis maka semakin dekat jarak antara dua gen pada kromosom yang
sama semakin kecil kemungkinan kejadian pindah-silang antara keduanya,
sehingga semakin kecil rekombinasi antara alela-alelanya. Hal ini
memungkinkan dilakukannya pembuatan peta posisi gen mutan pada kromosom
lalat buah.
Dengan melakukan perhitungan frekuensi segregasi gen-gen yang
berpaut di antara turunannya (offspring) dari sejumlah besar mutan,
Morgan dan kawan-kawan dapat membangun peta genetika gen-gen mutan pada
ke empat kromosom Drosophila.
Penemuan-penemuan T. H Morgan dan para ahli genetika lain
memantapkan pemahaman gen sebagi suatu faktor yang berlokasi dalam
tempat tertentu dalam kromosom, yang kemudian menjadi dasar-dasar
penting dari apa yang disebut dengan genetika klasik. Namun demikian,
dalam genetika klasik, gen masih dipahami sebagai suatu konsep yang
abstrak dan tidak dapat dipecah-pecah menjadi serpihan-serpihan
material. Pemahaman gen sebagai sesuatu yang bersarang dalam
struktur-struktur materi dikenal kemudian setelah penelitian mengenai
perilaku kromosom dan penelitian mutasi dikembangkan.
Mengomentari pemahaman saat itu tentang teori genetika H. J. Muller,
seorang ahli genetika terkenal dan penerima hadial Nobel, dalam pesta
mengenang 50 tahun ditemukannya kembali hasil kerja Mendel mengatakan:
“Inti riil teori genetika masih nampak berada pada ketidaktahuan yang
dalam. Yaitu bahwa kita masih belum memiliki pengetahuan yang aktual
dari mekanisme dibalik sifat-sifat unik yang membuat suatu gen adalah
gen –yaitu kemampuannya menyebabkan sintesis struktur yang lain seperti
dirinya sendiri, dimana bentuk mutasinyapun ikut di-copy.
http://biologi.blogsome.com/
0 comments