Alkisah, di sebuah desa
tinggallah seorang janda bersama anak semata wayangnya yang bernama Ni
Timun Mas. Ni Timun Mas memiliki tubuh yang sangat kurus dan terlihat
lemah, namun parasnya cantik sekali. Apabila telah akil balik serta
sudah berisi badannya, tentulah tidak ada yang akan mengalahkan
kecantikannya di dunia ini. Setiap pagi, apabila ibunya akan pergi ke
sawah, Ni Timun Mas tinggal di rumah dengan pintu yang selalu dikuncinya
dari dalam.
Apabila hari telah senja dan ibunya telah datang
dari sawah, maka ia akan memberikan isyarat kepada Ni Timun Mas untuk
membukakan pintu rumah. Isyarat itu berupa sebuah nyanyian yang
liriknya: Timun Mas, bukakanlah ibu pintu sejenak. Ibu sudah datang dari
menuai padi.
Mendengar lagu itu, Ni Timun Mas biasanya akan
keluar dari rumah untuk menyambut ibunya. Setelah itu, mereka berdua
lantas ke dapur untuk memasak makanan. Begitulah kegiatan keseharian ibu
dan anak tersebut.
Suatu hari ketika ibunya sedang berada di
sawah, ada raksasa yang bernama I Lantang hidung melewati rumah Ni Timun
Mas. Ia adalah raksasa yang senang minum darah dan makan daging
manusia. Oleh karena waktu itu ia sedang lapar, maka didekatinya rumah
Ni Timun Mas dan kemudian menggoncang-goncangkan pintunya. Namun, karena
tidak ada sahutan dari dalam, raksasa itu pun pergi lagi.
Sebenarnya
di dalam rumah itu ada Ni Timun Mas, tetapi dia tidak berani bersuara
karena takut. Setelah ibunya datang, ia langsung menceritakan kejadian
tersebut: “Ibu, tadi ada raksasa yang datang ke rumah yang
menggoncang-goncangkan daun pintu.”
Mendengar cerita anaknya itu,
ibu Timun Mas takut sekali. Ia tahu bahwa raksasa yang diceritakan oleh
anaknya itu pastilah I Lantang Hidung, yang tinggal di dalam hutan yang
berdekatan dengan desa tempat tinggal mereka. Lalu ibunya berkata:
“Anakku, kalau tidak ada orang yang bertembang seperti ibu, jangan
sekali-kali engkau bukakan pintu.”
“Ya, Baiklah bu,” sahut Ni Timun Mas.
Keesokan
harinya, I Lantang Hidung menghampiri lagi rumah Ni Timun Mas. Ia
kembali menggoncang-goncangkan pintu rumah yang dari luar terlihat
kosong itu. Namun, karena tidak ada juga yang menjawab atau berteriak,
maka I Lantang Hidung memutuskan untuk mengintainya. Ia lalu pergi
bersembunyi di balik rerimbunan pohon yang ada di samping rumah itu.
Tidak
berapa lama setelah I Lantang Hidung bersembunyi, ibu Ni Timun Mas pun
datang dari sawah. Si ibu kemudian mulai menembang seperti biasanya,
agar dibukakan pintu oleh anaknya: “Timun Mas, bukakanlah Ibu pintu
sejenak. Ibu sudah datang dari menuai padi.”
Setelah mengetahui
“rahasia” rumah itu, I Lantang Hidung segera pulang ke rumahnya. Ia
berencana akan menculik Ni Timun Mas setelah ibunya pergi ke sawah untuk
menuai padi.
Keesokan harinya, I Lantang Hidung berangkat lagi
ke rumah Ni Timun Mas. Setelah tiba di depan pintu, ia kemudian
menirukan tembang yang biasa dinyanyikan oleh ibu Ni Timun Mas: “Timun
Mas, bukakanlah Ibu pintu sejenak. Ibu sudah datang dari menuai padi.”
Mendengar
tembang itu, seperti biasanya, tanpa merasa curiga sedikit pun Ni Timun
Mas langsung membuka pintu dan berlari keluar untuk menyambut orang
yang dikira ibunya. Namun, ketika Ni Timun Mas keluar, ia lalu disergap
dan dilarikan oleh I Lantang Hidung menuju rumahnya yang ada di dalam
hutan. Ni Timun Mas hanya bisa menangis dan menjerit-jerit, tetapi tidak
ada orang yang menolongnya karena rumah-rumah di desa itu letaknya
saling berjauhan.
Sesampai di rumahnya, I Lantang Hidung lantas
memasukkan dan mengurung Ni Timun Mas di atap rumahnya. Ia tidak berniat
untuk langsung memakan Ni Timun Mas, karena tubuhnya terlalu kurus dan
tidak ada dagingnya. Nanti apabila tubuh Ni Timun Mas sudah gemuk dan
berisi, barulah ia akan memakannya.
Beberapa jam kemudian, ibu
Timun Mas pun pulang dari sawah. Saat sampai di depan rumah, ia terkejut
melihat pintu rumahnya sudah terbuka. Ia lalu memanggil anaknya tanpa
bersenandung lagi: “Timun Mas, Timun Maaaas.”
Si ibu lalu
mencari-cari anaknya di sekeliling rumah hingga ke perigi, tempat
biasanya Ni Timun Mas mencuci pakaian atau piring. Setelah berada di
perigi dan tidak menjumpai anaknya, ia mulai menangis. Ia menyangka
kalau anak semata wayangnya itu telah dibawa lari oleh I Lantang Hidung.
Keesokan
harinya, pagi-pagi sekali Ibu Timun Mas sudah pergi untuk mencari
anaknya. Ketika ia sampai di perempatan jalan, ia melihat ada orang yang
sedang memukuli seekor kucing. Karena merasa kasihan, ia kemudian
menghampiri orang tersebut dan bermaksud membeli kucing yang sedang
disiksa itu.
“Kalau engkau menghendaki, ambillah kucing jahat ini!” demikian kata pemilik kucing itu.
Kucing
itu pun kemudian dibawanya pulang dan dipelihara. Hari berikutnya ia
berjalan lagi mencari anaknya. Saat di tengah jalan, dilihatnya
seseorang yang sedang mengejar tikus. Begitu sang tikus tertangkap dan
akan dibunuh, ia berlari mendekati orang tersebut dan bermaksud membeli
tikus itu.
“Wah, mau dibunuh malah diminta untuk dibeli. Kalau memang mau, ambilah tikus sialan ini!” demikian gerutu orang itu.
Lalu
tikus itu dibawa ke rumah dan dipelihara oleh ibu Timun Mas. Setelah
itu, ia pergi lagi mencari anaknya. Dalam usahanya untuk mencari anaknya
itu, di tengah jalan ia bertemu lagi dengan orang yang sedang memegang
ular dan golok. Ketika ular yang dipegangnya itu akan dibunuhnya, ibu
Timun Mas berlari mendekatinya dan membeli ular itu.
Dalam
perjalanan pulang sambil membawa ular, ia melihat orang menghunus pedang
dan hendak membunuh anjing. Anjing itu diminta pula oleh ibu Timun Mas.
Kedua binatang itu pun lalu dibawa pulang dan dipelihara bersama-sama
dengan tikus dan kucing.
Begitulah, setiap hari ibu Timun Mas
pergi mencari anaknya dan baru pulang setelah matahari hampir terbenam.
Dan, sesampainya di rumah, si ibu selalu menangis, mengenang nasib
anaknya yang dibawa lari oleh I Lantang Hidung.
Melihat kejadian
itu, keempat hewan yang dipeliharanya merasa kasihan dan mendekati ibu
Timun Mas. Setelah agak renda tangisnya, mewakili ketiga temannya, si
kucing bertanya kepada ibu Timun Mas: “Mengapa setiap tiba di rumah ibu
selalu menangis? Apakah ibu tidak sanggup lagi memberi makan kami?”
Mendengar
kuncing peliharaannya tiba-tiba dapat berbicara, ibu Timun Mas menjadi
kaget setengah mati. Beberapa saat kamudian, setelah dapat mengatasi
keterkejutannya itu, ia berkata “Ah, bukan demikian. Kalian jangan salah
sangka, aku hanya merindukan anakku Ni Timun Mas yang diculik oleh I
Lantang Hidung.”
Tiba-tiba menyahutlah sang ular: “Kalau demikian mari kita mencarinya. Aku tahu dimana rumah si Lantang Hidung.”
“Tapi, bagaimana caranya? Kita sama-sama kecil, sedangkan I Lantang Hidung adalah raksasa,” kata si anjing.
Sang
tikus berkata: “Jangan takut pada orang yang lebih besar. Kalau memang
salah, pasti ia akan kalah. Dan, meskipun tubuhku paling kecil, aku
tidak takut. Apalagi sudah demikian besar jasa dan kasih sayang yang
kita peroleh dari ibu Timun Mas.”
“Kalau begitu, marilah kita berangkat ke rumah I Lantang Hidung,” kata si kucing sambil berjalan keluar rumah.
Tidak
berapa lama kemudian, mereka pun telah tiba di rumah I Lantang Hidung.
Mereka lalu membagi tugas. Kucing dan tikus akan menyelinap masuk
melewati lubang yang ada di tembok rumah itu. Sedangkan, anjing dan ular
akan berdiri di depan pintu, berjaga-jaga kalau I Lantang Hidung
tiba-tiba terbangun.
Setelah itu, si kucing dan tikus pun masuk
ke dalam rumah dan mulai mencari di mana Ni Timun Mas disembunyikan.
Saat berkeliling mencari itu, akhirnya mereka melihat Ni Timun Mas
sedang dikurung di atap rumah. Si kucing kemudian berbisik pada tikus:
“Wah, bagaimana cara mengeluarkannya?”
“Mudah, akan kugigit tali pengikat di pintu kurungan itu!” kata tikus sambil berjalan ke arah kurungan.
Saat si tikus sedang menggerogoti tali pengikat itu, I Lantang Hidung tersadar dan berkata: “Wah, suara apa itu?”
Si kucing yang melihat I Lantang Hidung bangun, segera mengeong untuk mengalihkan perhatiannya.
“Wah, sepertinya ada kucing yang sedang memburu tikus,” kata I Lantang Hidung lalu melanjutkan tidurnya kembali.
Singkat
certia, setelah berhasil membuka pintu kurungan, si tikus berkata:
“Timun Mas, marilah kita pulang. Ibumu sudah menunggu di rumah.”
Tanpa
berkata sepatah pun Ni Timun Mas lalu mengikuti kucing dan tikus keluar
dari rumah I Lantang Hidung. Namun, pada saat mereka berhasil membuka
pintu dan berada di serambi rumah, I Lantang Hidung tiba-tiba terbangun
dan melompat hendak menangkap.
Ketika ia berlari hendak mengejar
Ni Timun Mas, dengan gesit sang ular mematuk kakinya. Dan, saat I
Lantang Hidung menunduk hendak mengetahui binatang apa yang telah
mematuknya itu, tiba-tiba sang anjing segera melompat dan menggigit
lehernya hingga mengeluarkan banyak sekali darah. Sang raksasa pun
langsung ambruk dan mati karena kehabisan darah.
Setelah raksasa
itu mati, Ni Timun Mas bersama keempat binatang itu lalu pulang.
Sesampai di rumah, mereka disambut dengan gembira oleh ibu Ni Timun Mas.
Alangkah bahagianya hati mereka karena telah dapat berkumpul kembali
seperti sedia kala.


0 comments