Konon
katanya jika akan ada gunung yang meletus maka hewan liar yang tinggal
di sekitar gunung tersebut biasanya melakukan pengungsian masal… hewan
liar tersebut mempunyai “detektor canggih” yang membantu mereka
menyelamatkan diri dari amukan gunung berapi.
Jawaban
pertanyaan di atas berkaitan dengan gelombang bunyi… gelombang bunyi ?
apa hubungannya ? mengenai hal ini akan gurumuda kupas tuntas pada akhir
tulisan ini. Sebelum mengulas keanehan hewan, terlebih dahulu kita
bahas karakteristik alias ciri khas bunyi… karakteristik bunyi berkaitan
dengan sensasi yang dirasakan oleh setiap pendengar…
Kenyaringan
Kenyaringan
menyatakan keras atau lembutnya bunyi… bunyi yang dihasilkan truk lebih
keras dibandingkan dengan bunyi yang dihasilkan oleh sepeda motor.
Dalam hal ini bunyi yang dihasilkan oleh truk lebih nyaring dibandingkan
bunyi yang dihasilkan oleh sepeda motor. Bunyi yang dihasilkan pesawat
lebih nyaring dibandingkan dengan bunyi yang dihasilkan oleh mobil…
masih banyak contoh lain…
Dalam
fisika, kenyaringan sebenarnya berkaitan dengan energi atau intensitas
gelombang. Jika kita berbicara mengenai gelombang satu dimensi (contoh gelombang satu dimensi = gelombang pada tali) maka lebih penting jika kita membahas energi. Sebaliknya jika kita berbicara mengenai gelombang tiga dimensi (contoh gelombang tiga dimensi = gelombang bunyi atau gelombang gempa)
maka lebih penting jika kita membahas Intensitas (I) gelombang. Dalam
pokok bahasan energi, daya dan intensitas gelombang mekanik, sudah
dijelaskan secara panjang pendek mengenai intensitas. Intensitas (I)
gelombang merupakan energi yang dibawa oleh gelombang per satuan waktu
melalui satu satuan luas yang tegak lurus dengan arah perambatan
gelombang. Karena energi per satuan waktu adalah daya maka bisa
dikatakan bahwa intensitas merupakan daya yang dibawa oleh gelombang
melalui satu satuan luas yang tegak lurus dengan arah perambatan
gelombang. Intensitas bergantung pada amplitudo, frekuensi, laju
gelombang dan massa jenis medium.
Hubungan antara kenyaringan dan intensitas gelombang bunyi akan dibahas lebih lengkap pada episode berikutnya…
Titi nada (pitch)
Jika
dirimu bergelut dengan dunia musik pasti tidak asing lagi dengan
istilah aneh ini. Titi nada atau pitch merupakan istilah yang digunakan
untuk menjelaskan ketinggian suatu bunyi. Bunyi suling lebih “tinggi”
sedangkan bunyi drum lebih “rendah”. Dalam hal ini, titi nada bunyi
suling lebih tinggi dibandingkan dengan titi nada bunyi drum. Bunyi
senar melodi lebih “tinggi” sedangkan bunyi senar bass lebih “rendah”.
Dalam hal ini titi nada bunyi senar melodi lebih tinggi daripada titi
nada bunyi senar bass.
Besaran fisika
yang menentukan titi nada adalah frekuensi. Semakin tinggi frekuensi
bunyi maka semakin tinggi titi nada. Sebaliknya semakin rendah frekuensi
bunyi maka semakin rendah titi nada. Btw, titi nada juga dipengaruhi
oleh amplitudo. Jika kita mendengar bunyi yang memiliki frekuensi yang
sama tetapi amplitudonya berbeda maka bunyi yang memiliki amplitudo
lebih besar walaupun kedengaran lebih nyaring tetapi titi nadanya lebih
rendah.
Kualitas bunyi alias warna nada (timbre)
Misalnya
jika kita memainkan gitar dan piano dengan kenyaringan dan titi nada
yang sama, kita masih bisa membedakan bunyi yang dihasilkan oleh kedua
alat musik tersebut. Dalam hal ini, walaupun kenyaringan dan titi
nadanya sama tapi kita masih bisa membedakan bunyi gitar dan bunyi
piano. Perbedaan ini dikenal dengan julukan kualitas bunyi. Dalam dunia
permusikan , biasanya digunakan istilah warna nada atau timbre.
Jangkauan pendengaran manusia
Sebelumnya
sudah dijelaskan salah satu kharakteristik bunyi, yakni ketinggian.
Besaran fisika yang menentukan ketinggian adalah frekuensi. Dirimu
mungkin pernah mendengar bunyi gitar melodi dan bunyi gitar bas. Bunyi
gitar melodi lebih “tinggi” karena frekuensi yang dihasilkan senar gitar
melodi lebih tinggi, sebaliknya bunyi gitar bas lebih “rendah” karena
frekuensi yang dihasilkan juga lebih rendah. Semakin tinggi frekuensi,
semakin tinggi suatu bunyi, sebaliknya semakin rendah frekuensi, semakin
rendah suatu bunyi. Btw, jika frekuensi terlalu rendah maka telinga
kita sudah tidak bisa mendengar bunyi. Demikian juga jika frekuensi
terlalu tinggi maka telinga kita juga tidak bisa mendengar bunyi.
Secara
rata-rata, manusia bisa mendengar bunyi yang frekuensinya berkisar
antara 20 Hz sampai 20.000 Hz. Gelombang bunyi yang frekuensinya lebih
rendah dari 20 Hz atau lebih tinggi dari 20.000 Hz tidak bisa didengar
oleh telinga manusia. Frekuensi di bawah 20 Hz dikenal dengan julukan
infrasonik, sedangkan frekuensi di atas 20.000 Hz dikenal dengan julukan
ultrasonik. Biasanya jika seseorang semakin tua maka ia juga tidak bisa
lagi mendengar bunyi yang frekuensinya tinggi. Jangkauan pendengaran
orang tua berkisar antara 20 hz sampai 10.000 Hz. Kaecian deh
Ada cerita yang tidak menarik berkaitan dengan hal ini. Konon katanya
anak sekolah di london saling sms-an ketika gurunya sedang memberikan
pelajaran. Karena nada sms bisa didengar oleh guru maka guru tersebut
melarang mereka untuk tidak saling sms-an. Murid yang nakal2 tersebut
kemudian menggantikan nada sms berfrekuensi tinggi sehingga gurunya
tidak bisa mendengar. Akhirnya para murid yang nakal2 tapi pintar
tersebut bisa bersms ria kalau di indonesia ya hpnya disilent saja, gitu saja kok repot
Walaupun
manusia tidak bisa mendengar bunyi yang memiliki frekuensi di atas
20.000 Hz (frekuensi ultrasonik), beberapa hewan bisa mendengar bunyi
berfrekuensi ultrasonik. Misalnya kelelawar bisa mendengar bunyi yang
frekuensinya mencapai 100.000 Hz. Atau anjing bisa mendengar bunyi yang
frekuensinya mencapai 50.000 Hz. Contoh hewan yang bisa mendengar
gelombang bunyi berfrekuensi ultrasonik adalah kucing, tikus, belalang.
Contoh lain bisa anda tambahkan melalui kolom komentar…
Sebaliknya
hewan-hewan yang bisa mendengar gelombang bunyi berfrekuensi infrasonik
(< 20 Hz) adalah jangkrik, kuda nil, ikan lumba-lumba, gajah, burung
merpati… Biasanya jika kita mendekati jangkrik yang sedang bernyanyi
, walaupun langkah kaki kita sangat pelan, jangkrik tersebut berhenti
bernyanyi… hal ini disebabkan karena jangkrik bisa mendengar bunyi
berfrekuensi rendah (langkah kaki kita menghasilkan getaran berfrekuensi
rendah). Gelombang infrasonik biasanya ditimbulkan oleh gempa teknonik,
gempa vulkanik (gunung meletus), guntur, getaran mesin-mesin berat…
walaupun gelombang bunyi berfrekuensi infrasonik tidak bisa didengar
oleh manusia atau hewan tertentu tapi bisa menimbukan kerusakan parah
pada tubuh manusia atau hewan atau bisa menghancurkan bangunan.
Gelombang infrasonik bisa menghancurkan bangunan atau menimbulkan
kerusakan pada tubuh dengan cara resonansi.
Katanya
kemarin tiga hari sebelum gempa di Sichuan, China, banyak sekali kodok
yang berparade di jalan. Kodok-kodok tersebut berusaha menjahui kota
yang menjadi pusat gempa. Banyak orang yang tidak mengetahui mengapa
kodok-kodok tersebut berparade di jalan. Ternyata tiga hari kemudian
gempa dasyat menguncang Sichuan, china. Dugaan saya hal itu ditimbulkan
oleh efek resonansi dari getaran gempa tektonik. Sebelum gempa dasyat
tersebut terjadi, pasti gempa berskala kecil sudah terjadi. Efek
resonansi yang ditimbulkan oleh getaran gempa berskala kecil tersebut
pasti dirasakan oleh kodok sehingga semuanya kabur dari tempat
kediamannya masing-masing
Hal yang sama terjadi sebelum gunung berapi meletus dasyat. Biasanya
hewan kabur dari kediamannya di sekitar gunung berapi, sebelum gunung
berapi tersebut meletus dasyat. Resonansi dari getaran gempa vulkanik
tersebut sangat mengganggu hewan sehingga hewan tersebut berusaha
menyelamatkan diri. Btw, ini Cuma penalaran saya saja… saya belum punya
referensi yang menjelaskan hal ini. Anda bisa mengemukakan pendapat anda
melalui kolom komentar… jangan lupa jelaskan secara ilmiah dan masuk
akal.
ReferensiGiancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, Terjemahan, Jakarta : Penerbit Erlangga
Tipler, P.A.,1998, Fisika untuk Sains dan Teknik-Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penebit Erlangga
Young, Hugh D. & Freedman, Roger A., 2002, Fisika Universitas (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
0 comments