Metode CBSA dalam Pendidikan Keluarga

 

Pahamilah dunia mereka, sebelum kau sketsa hidup mereka. Biarkan mereka mengenal dunia tanpa melupakan  Penciptanya. 


Sebelumnya, saya mohon maaf  kepada penggagas dan pengembang kurikulum/metode CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang pernah saya dapatkan juga ketika duduk di bangku SD. Singkatan ini diplesetkan ke dalam Bahasa Sunda yang cukup populer “Cul Budak Sina Anteng” dan plesetan itu saya jadikan bahan tulisan. Jika di- bahasaIndonesi-kan artinya kurang lebih biarkan anak bermain/belajar sendiri dengan anteng (tanpa bimbingan/pengawasan). Ada apa dengan CBSA?

Berawal dari sebuah kebiasaan mengamati sesuatu, saya menemukan ide tulisan ini. Semacam riset kecil yang kadang saya lakukan tanpa sengaja, tapi insya Allah ada manfaatnya. Saya sering melakukannya di lingkungan terdekat, khususnya di arena kumpul bocah setiap sore hari di halaman rumah. Keberagaman sifat dan sikap menarik perhatian saya.

Dalam beberapa waktu, saya sempatkan ngobrol atau berkunjung ke keluarga mereka karena menurut saya kepribadian, sikap dan perilaku anak tidak lepas dari pola asuh dalam keluarga. Saya menemukan metode CBSA dengan implementasi dan konotasi yang berbeda di keluarga mereka. Saya katakan demikian karena konsep dan metode CBSA ternyata memiliki 2 sisi yang bersinggungan, tapi saling bertentangan, sehingga memiliki dampak positif dan negatif terhadap perkembangan kepribadian anak, sikap, perkataan dan tingkah laku mereka ketika berkumpul bersama teman seusianya.

Dari penuturan mereka, saya mendapat gambaran yang beragam, tapi secara umum mereka memiliki persepsi bahwa faktor kesibukan, kecanggihan teknologi infokom, kemajuan media hiburan bahkan bermunculannya sekolah-sekolah yang memberikan layanan pendidikan plus bagi anak-anak usia balita maupun usia sekolah menjadi salah satu pendorong implementasi CBSA dalam pendidikan keluarga. Mungkinkah faktor-faktor tersebut menggantikan peran keluarga?

Saya coba menganalisa meskipun bukan dalam kapasitas seorang ahli psikologi. Sisi yang pertama menunjukkan bahwa tidak sedikit anak kecil menjadi objek metode CBSA “Cul Budak Sina Anteng”  sendiri, bermain dan belajar tanpa bimbingan dan pengasuhan orang tua, terutama pengawasan sang ibu. Sebagai contoh, seorang anak dibiarkan main game atau menonton televisi seharian dan tidak dianjurkan untuk bermain bersama teman-teman seusianya, dengan alasan lebih aman, tidak akan bermasalah dengan tetangga ketika anaknya bertengkar, tidak menggangu kegiatan orang tuanya, tidak rewel dan tidak menangis alias  ANTENG karena umumnya anak-anak sekarang sangat apresiatif terhadap game dan tontonan yang sebenarnya kurang layak mereka tonton.

Dalam persepsi orang tua, hal ini dianggap sebagai bagian dari proteksi terhadap anak karena siapapun tidak ingin anaknya dilukai, diskiti orang lain, sehingga bermain di luar dianggap berisiko, mengkhawatirkan. Padahal, jika dicermati tindakan seperti ini justru mengandung risiko terhadap perkembangan psikis si kecil.  Kepekaan dan kepedulian sosial anak akan terhambat, kurang bisa bersosialisasi dengan teman-temannya, cenderung egois, takut terhadap masalah dan bertindak sepihak karena ia tidak biasa menghadapi perbedaan.
Sisi yang kedua mencerminkan si anak merupakan subjek CBSA yang sebenarnya “Cara Belajar Siswa Aktif”. Anak dalam konteks ini didibaratkan seorang siswa.

Dalam tataran ini, anak diberikan kebebasan untuk mengenal dan menikmati dunianya, yaitu bermain. Namun, para orang tua khususnya ibu memiliki kesadaran penuh untuk membimbing, mengarahkan, mengawasi, tidak memaksakan kehendak kepada si anak bahkan memungkinkan untuk berkreasi menjadikan kegiatan bermain sebagai sarana belajar.

Orang tua seperti itu sangat bijak  mengatur dan mengelola waktu. Misalnya, memilih secara selektif tayangan yang tepat buat si kecil, mendampinginya saat menonton tayangan untuk semua kategori usia, memilihkan game yang memiliki unsur edukatif, membiasakan si kecil bersikap mandiri (misalnya memakai sepatu sendiri, makan dan mandi sendiri),  melibatkan si kecil dalam pekerjaan-pekerjaan ringan dan aman (seperti merapikan tempat tidur, merapikan buku dan mainannya setiap selesai belajar atau bermain), serta memberikan waktu untuk ia bermain di luar bersama teman-teman sebayanya.

Hal ini akan membantunya belajar bersosialisasi, mengenal lingkungannya dan menghargai orang lain. Karakter teman-temannya yang berbeda-beda akan membiasakannya menghadapi masalah. Yang penting orang tua tidak lengah mengawasi kegiatan dan perkembangan si kecil. Antengnya si kecil pun bukan asyik sendiri, tetapi anteng yang kreatif dan peduli.

Dari kedua sisi CBSA tersebut, yang kedua tentu jauh lebih berharga. Bagaimanapun, pendidikan keluarga akan sangat menentukan kepribadian anak. Sekolah dan lingkungan merupakan faktor eksternal yang bisa dijadikan wahana belajar untuk menemukan metode dan formula pendidikan keluarga yang sesuai kebutuhan anak. Semoga kita mencintai dan mengasihi buah hati kita dengan cara yang bijaksana. (Neea)
Tags:

About

Thank you for your visit in my blog, you can access subtitle in this blog. If you need subtitle you can request in my contact or comment in one of article. Author : Alan Hendrawan

0 comments

Leave a Reply

Thank you for your comment in my blog