Menjadikan Topik-Topik Penelitian Relevan Dengan Problem Pembangunan Agama


Memperbincangkan topik-topik penelitian yang relevan dengan problem pembangunan agama, khususnya bagi Kementerian Agama, setelah memperhatikan alasan-alasan berikut ternyata terasa sangat penting.
Alasan-alasan itu di antaranya, pertama, orang berpandangan bahwa hasil-hasil penelitian seharusnya dijadikan sebagai dasar pengembangan sebuah lembaga atau instritusi apapun, apalagi institusi besar semacam Kementerian Agama. Sebuah lembaga tidak akan maju pesat manakala kualititas penelitiannya lembek. Oleh karena itu setiap lembaga modern selalu dilengkapi dengan bagian khusus yang bertanggung-jawab melakukan penelitian. Biasanya, lembaga khusus itu disebut Badan Penelitian dan Pengembangan. Tatkala ada lembaga yang jalannya kurang bagus, maka yang dipertanyakan terlebih dulu adalah kualitas lembaga litbangnya.

Kedua, lembaga apapun, tidak terkecuali Kementerian Agama harus selalu berkembang, dinamis dan inovatif menyesuaikan dengan tuntutan zamannya. Sedangkan zaman selalu berubah, dan tidak pernah berhenti. Tidak pernah ada masyarakat yang bersifat statis atau jumud. Masyarakat selalu bergerak, menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan yang selalu berkembang. Oleh karena itu, kementerian agama, sekalipun memiliki visi dan misi yang tidak berubah-ubah, ------atau tidak boleh diubah-ubah, tetapi secara operasional untuk mewujudkan visi dan misinya itu justru harus diubah. Perubahan itu tidak akan mungkin dilakukan tanpa memperhatikan hasil kajian atau penelitian yang dilakukan secara saksama.

Ketiga, sebagaimana wataknya, penelitian dituntut selalu menghasilkan sesuatu yang baru. Penelitian yang tidak memenuhi criteria itu, biasanya tidak menarik. Hasil penelitian tidak boleh hanya menyuguhkan hal-hal yang serupa dari zaman- kezaman. Orang tertarik dengan penelitian, karena dari penelitian itu selalu diperoleh sesuatu yang baru. Oleh karena itu, para peneliti semestinya tidak boleh memiliki pandangan jumut, hanya mempertahankan yang sudah ada. Oleh karena itulah para peneliti harus memiliki sifat terbuka, bebas, dan berani. Berbagai upaya para peneliti untuk mendapatkan sesuatu yang baru inilah letak strategis lembaga penelitian dan pengembangan pada setiap institusi, --------tidak terkecuali di lingkungan Kementerian Agama, sebagai motor penggerak sekaligus penentu arah pengembangannya ke depan.

Dalam makalah ini sengaja saya tidak akan menyinggung atau mengevaluasi topik-topik apa saja yang selama ini dijadikan focus penelitian baik yang dilakukan di lembaga-lembaga penelitian Kementerian Agama maupun di kampus-kampus perguruan tinggi yang bernaung di bawahnya, yaitu UIN, IAIN, STAIN yang tersebar di seluruh Indonesia. Saya menganggap bahwa seluruh peserta seminar ini telah lama mengetahuinya dengan jelas. Selain itu, saya juga telah membaca secara tersirat perasaan banyak orang, bahwa telah terjadi kejenuhan dan bahkan kejengkelan dari kenyataan adanya hasil-hasil penelitian yang dilakukan selama ini tidak banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang semestinya memanfaatkannya.

Beberapa hal yang disebutkan di muka rasanya menunjukkan dengan jelas betapa pentingnya, adanya pembicaraan secara terbuka, bebas, dan berani tentang topik-topik penelitian yang lebih menarik dari apa yang telah kita lakukan selama ini. Melalui perbincangan yang bebas, berani dan terbuka dalam seminar ini, diharapkan berhasil diperoleh pandangan tentang wilayah kajian agama (Islam) yang luas sehingga topik-topik penelitian yang diajukan menjadi relevan dengan problem-problem pembangunan agama pada saat ini dan lebih-lebih di masa yang akan datang.

Dua Jenis Penelitian Yang Sama-Sama Pentingnya

Sebuah lembaga atau institusi besar, semacam Kementarian Agama ini, selalu membutuhkan bahan-bahan informasi, baik yang bersifat sederhana tetapi menyeluruh, maupun pengetahuan yang bersifat filosofis dan mendalam. Pengetahuan jenis pertama, yaitu tentang gambaran yang bersifat garis besar tetapi menyeluruh biasanya dipentingkan oleh para pengambil kebijakan. Tidak akan mungkin, seorang pejabat berhasil memutuskan sesuatu secara tepat, tanpa dibekali dengan data dan informasi yang cukup.

Data yang menggambarkan berbagai hal secara menyeluruh yang diperlukan Kementerian Agama biasanya berupa angka-angka, informasi-informasi kulitatif yang berupa narasi-narasi tentang kehidupan keberagamaan di seluruh tanah air ini. Berbagai macam informasi tentang potensi yang dimiliki oleh Kementerian Agama, baik yang terkait dengan kelembagaannya, fasilitas yang telah tersedia dan pemanfaatannya, kebutuhan-kebutuhan riil tentang pelayanan yang seharusnya diberikan, problem-problem yang bersifat khas daerah dan masih banyak lagi lainnya, harus disediakan oleh Badan Litbang Kementerian Agama.

Dalam sebuah kesempatan, saya pernah berbincang-bincang dengan seorang pejabat Kantor Urusan Agama di tingkat kecamatan. Dia menceritakan, betapa beratnya beban yang dipikul selama ini olehnya dalam melayani masyarakat di wilayahnya. Pegawai KUA se kecamatan hanya dia sendiri. Dia menggambarkan bahwa untuk memenuhi tugas menyelesaikan satu jenis kegiatan saja, yaitu melayani pencatatan nikah yang berlangsung di seluruh desa di kecamatan itu, seringkali tidak tuntas, karena tidak tersedianya tenaga. Ia menceritakan, sehari harus melayani sepuluh peristiwa pernikahan, masing-masing harus tempuh dengan jarak yang cukuh jauh, -------desa-desa di kecamatan berjarak jauh. Celakanya, waktu yang diusulkan oleh masing-masing keluarga tidak bisa digeser, karena terkait dengan kepercayaan yang bersifat cultural daerah itu. Misalnya, akad nikah harus dilaksanakan bakda dhuhur menyesuaikan dengan kepercayaannya, mencari saat yang baik.

Cerita lain yang hampir sama, seorang penghulu yang bertugas di sebuah kecamatan di daerah Kediri, yang tidak jauh jaraknya dari kota, menjelaskan bahwa tidak kurang dari 50 % pasangan nikah belum bisa membaca dua kalimah syahadah secara fasih. Persoalan lain yang ditemui, bahwa dalam prosentase yang cukup tinggi, setiap bulannya ia melayani pencatatan pernikahan, pasangan calon suami isteri sudah dalam keadaan hamil. Tugas-tugas itu belum termasuk memberikan pelayanan perceraian, yang pada waktu-waktu tertentu angkanya melonjak. Persoalan-persoalan yang menyedihkan seperti itu dirasakan olehnya sehari-hari, namun ia tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasannya.

Seorang penghulu juga memberikan informasi bahwa apa yang dialami sesungguhnya tidak berbeda dengan petugas KUA dan penghulu di berbagai kecamatan lainnya. Mengetahui dan merasakan keadaan seperti itu, dia sangat prihatin tidak mampu memberikan pelayanan kehidupan keagamaan di tempat tugasnya secara maksimal. Pelayanan kehidupan keagamaan yang dianggap sangat strategis, seolah-olah terlupakan. Keadaan seperti itu sudah berjalan dari tahun ke tahun, tanpa ada perubahan dan perencanaan konkrit perbaikannya.

Sebatas bermodalkan rasa tanggung jawab dan keinginan untuk memberikan peningkatan pelayanan masyarakat saja ternyata belum memadai, jika semua tidak didukung oleh ketersediaan tenaga, fasilitas dan pendanaannya. Kepala KUA di setiap kecamatan yang harus merangkap menjadi staf administrasi sekaligus pelayan,------karena pada umumnya petugas itu hanya seorang diri untuk setiap kantor urusan agama, maka sehari-hari ia harus melayani masyarakat dengan berbagai tuntutannya itu. Hal seperti itu, kiranya akan segera diambil kebijakan, manakala Kementerian Agama memiliki infroamsi dan data yang cukup. Selain itu, Badan Litbang di semua level harus selalu diposisikan sebagai instrument strategis pengembangan kelembagaan secara menyeluruh.

Gambaran tentang pelayanan Kementerian Agama di tingkat akar rumput seperti itu, mungkin selama ini belum masuk agenda perhatian pemeruntah pusat, karena tidak terjangkau, terutama oleh bagian perencanaan dan pengambil keputusan lainnya. Bagian perencanaan sepanjang waktu sudah sibuk mengurus pembagian anggaran yang harus selesai pada waktu yang ditentukan. Umpama persoalan seperti ini, selalau diungkap melalui hasil-hasil penelitian dengan data statistik dan diskripsi-diskripsi yang akurat dan meyakinkan, maka akan sangat berguna bagi peningkatan fungsi pelayanan kementerian agama.

Pelayanan kehidupan keagamaan tentu tidak sebatas pada pencatatan kasus-kasus pernikahan, tetapi lebih luas dari itu. Kehidupan keagamaan yang beraneka ragam -------bermacam-macam agama di negeri ini, memerlukan pelayanan yang semakin sempurna dari waktu ke waktu. Persoalan itu belum termasuk pelayanan haji, umrah dan pendidikan agama yang jumlahnya sedemikian banyak dan luas, yang setiap waktu harus diperbaiki atau ditingkatkan kualitasnya. Akhirnya, membayangkan lingkup pelayanan Kementerian Agama seperti itu, maka tugas-tugas Badan Litbang maupun Pusat-Pusat Penelitian di berbagai daerah tidak terbayangkan banyaknya. Saya kira, jika komitment pengembangan Kementerian Agama ke depan benar-benar ditingkatkan menjadi sebuah institusi modern yang menghasilkan layanan efektif dan efisien, maka secara kasat mata topik-topik penelitian tidak aklan ada habisnya.

Model penelitian yang kedua, yang lebih bersifat filosofis yang dilakukan secara mendalam juga menuntut untuk dilaksanakan. Penelitian agama tidak saja ingin mengungkap tentang kehidupan agama di tengah-tengah masyarakat, baik terkait dengan pendidikan agama, lembaga social keagamaan, kepemimpinan agama, ------biasa mengkaji peran tokoh dan cendekiawan agama, tetapi juga lebih luas dari itu. Meneliti agama, setidaknya ada lima aspek yang harus dijadikan obyek kajian, yaitu ; (1) menyangkut tentang konsep-konsep teologis dan perkembangannya, (2) pemahaman terhadap isi kitab suci,------- al Qurán bagi kaum muslimin, (3) riwayat kehidupan rasulnya di tengah-tengah masyarakat, (4) peran-peran tokoh dan tempat ibadah dan (5) adalah masyarakat pengannut agama yang bersangkutan.

Selama ini, setahu saya, kecenderungan penelitian agama lebih berfokus pada kehidupan masyarakat beragama, yang meliputi pendidikan agama, ekonomi masyarakat beragama, lembaga-lembaga keagamaan dan sejenisnya. Topik-topik itu sesungguhnya sudah banyak dikaji oleh para peneliti di kampus-kampus, tidak saja di perguruan tinggi yang berada di bawah nauangan Kementerian Agama, melainkan juga di kampus-kampus perguruan tinggi umum. Mereka dengan menggunakan teori-teori social melakukan kajian tentang masyarakat beragama, baik mengambil focus dari kajian sejarah, psikologi, antropologi, dan sosiologi. Kiranya untuk memperkaya dan memperluas khazanah pengetahuan tentang masyarakat beragama, perlu menengok hasil-hasil penelitian yang dikembangkian oleh para peneliti dari kampus-kampus perguruan tinggi umum itu.


Tantangan Terhadap Semakin Luasnya Wilayah Kajian Agama

Akhir-akhir ini saya membaca gelagat bahwa wilayah kajian agama menuntut semakin diperluas. Dulu orang menganggap bahwa tatkala berbicara agama hanya meliputi wilayah kajian aqidah, fiqh, akhlak/tasawwuf, tarekh dan Bahasa Arab. Demikian pula hal itu juga tampak dari jenis kelembagaan di perguruan tinggi agama Islam. Perguruan tinggi agama Islam, baik yang berbentuk IAIN atau STAIN hanya mengembangkan lima fakultas, yaitu fakultas ushuluddin, fakultas syariáh, fakultas tarbiyah, fakultas dakwah, dan fakultas adab.

Pembagian bidang ilmu seperti itu, untuk sementara itu dipandang cukup. Dengan format itu, ajaran Islam sudah dianggap telah terumuskan dalam bangunan atau wilayah yang jelas, lengkap, dan sistematis. Namun pada akhir-akhir ini pandangan seperti itu mendapatkan gugatan dari berbagai pihak. Banyak cendekiawan muslim menyebut bahwa Islam yang bersumber pada al Qurán dan hadits adalah bersifat universal, sehingga harus dipahami bahwa isinya menyangkut berbagai aspek kehidupan. Dengan sifatnya yang universal itu, maka tidak ada sedikitpun wilayah kehidupan ini yang tidak tersentuh oleh ajaran Islam. Sekalipun, diakui bahwa ajaran yang bersifat universal itu hanya berisi pokok-pokok atau garis besarnya saja.

Mengikuti pandangan bahwa Islam tidak hanya sebatas agama, tetapi juga mencakup peradaban, maka menjadikan pembagian wilayah kajian dan juga kelembagaan di perguruan tinggi Islam sebagaimana dikemukakan di muka sangat tidak memadai. Jika Islam hanya dipandang sebagai agama, yaitu system kepercayaan dan pedoman ritual sebagaimana dipahami kebanyakan orang selama itu, pembagian tersebut memang sudah dianggap cukup. Akan tetapi, menjadi sangat tidak memadai, manakala Islam dipahami sebagai agama dan juga sekaligus peradaban.

Masih terkait dengan kajian Islam, akhir-akhir ini muncul pandangan bahwa tidak selayaknya dalam memahami ilmu dilihat secara dikotomik, yaitu antara ilmu agama dan ilmu umum. Cara pandang seperti itu, justru akan merugikan umat Islam itu sendiri. Ajaran Islam, dengan pemahaman seperti itu menjadi tereduksi pada wilayah yang amat sempit, yaitu hanya sebatas pedoman ritual dan spiritual belaka. Akibatnya, tatkala bicara tentang Islam melahirkan kesan oleh banyak orang hanya akan berbicara soal-soal di sekitar ritual kelahiran, pernikahan, kematian, doa-doa dan sejenisnya. Jika pun lebih luas dari itu, tatkala berbicara tentang Islam hanya akan dibawa pada wilayah hukum halal, dan haram, mahruh, dan sunnat dan mubah.

Kritik semacam itu ternyata melahirkan gerakan untuk mengkaji Islam secara lebih luas dan mendalam. Bahkan sudah sejak lima tahun yang lalu, lima IAIN dan satu STAIN berubah bentuk kelembagaannya menjadi universitas. Semangat perubahan itu sesungguhnya didorong oleh kemauan untuk menjadikan kajian Islam tidak sebatas menyangkut persoalan “agama”, tetapi juga peradaban itu. Lahirnya Universitas Islam Negeri (UIN) ----di Jakarta, Yogyakarta, Malang, Bandung, Riau dan Makassar, adalah untuk merespon pemikiran tentang lingkup wilayah kajian Islam yang luas dan tidak bersifat dikotomik itu. Selain itu, lebih tegas lagi, dalam Surat Keputusan Presiden yang menjadi dasar formal keberadaan UIN juga ditegaskan bahwa salah satu misi universitas ini adalah agar mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dan ilmu umum.

Pandangan seperti itu, sesungguhnya memiliki dasar pemikiran yang kokoh. Mencermati Islam dari isi al Qurán dan hadits nabi diperoleh pemahaman yang luas. Dua sumber ajaran Islam itu, menjelaskan tentang siapa sesunggguhnya Tuhan, yaitu sebuah pertanyaan teologis sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Selain itu al Qurán dan hadits nabi berbicara tentang penciptaan, kehidupan manusia, alam atau jagat raya, dan keselamatan. Tatkala berbicara tentang penciptaan, al Qurán menunjukkan asal usul dan proses kejadian manusia dan jagat raya ini. Tatkala manusia memiliki hipotesis tentang evolusi kejadian manusia, al Qurán juga menjawabnya dengan jelas. Demikian pula ketika para ilmuwan social memahami perilaku manusia dari sudut pandang sosiologi, psikologi, sejarah dan antropologi, maka al Qurán memberikan jawaban itu jauh lebih komplit. Manusia dilihat dari aspek qolb, fikr, nafs, dan jasadnya sekaligus. Al Qurán juga berbicara tentang sejarah umat manusia, para penguasa, orang-orang yang berperilaku dholim, hingga mereka yang selalu mengembangkan kebajikan.

Al Qurán juga berbicara tentang jagad raya. Berbagai hal tentang jagad raya disebut dalam kitab suci ini. Al Qurán berbicara tentang air, api, tanah, udara, gunung, cahaya, langit, laut, bintang, matahari, bulan, langit, tumbuh-tumbuhan, binatang dan bahkan juga hari akhir. Al Qurán juga berbicara tentang keselamatan manusia dan alam. Keselamatan bagi manusia bisa ditempuh dengan jalan Iman, Islam dan Ikhsan. Selain itu, agar selamat dan mendapatkan kebahagiaan secara sempurna maka manusia harus beramal sholeh dan berakhlakul karimah.

Islam jika dikaji dalam perspektif yang lebih luas, maka akan menghasilkan pemahaman bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., bukan sebatas agama, tetapi lebih sempurna dari itu, ialah meliputi peradaban secara lebih utuh dan luas. Oleh karena itu, berbicara tentang Islam adalah selalu terkait dengan ilmu pengetahuan atau sains. Al Qurán juga memberikan penghargaan yang amat tinggi kepada orang-orang yang mengembangkan ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, betapa Islam menunjukkan pentingnya ilmu pengetahuan, dapat dilihat dari ayat yang pertama kali turun, adalah perintah membaca. Yaitu membaca dengan atas nama Tuhan Yang Telah Menciptakan.

Secara empirik ternyata kemampuan membaca, ternyata tidak dimiliki oleh semua orang. Padahal kunci keberhasilan dalam usaha apapun terletak dari hasil kegiatan membaca ini. Orang yang pandai membaca, yaitu membaca gejala-gejala alam, social, ekonomi, politik, hukum, pendidikan, dan lain-lain akan mendapatkan keuntungan lebih dan akan berhasil menghindari sesuatu yang tidak perlu. Orang-orang yang pandai membaca keadaan secara mendalam akan memiliki kemampuan untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan dan juga sekaligus melakukan control terhadap kejadian-kejadian yang akan datang.

Pada hakekatnya aktivitas penelitian, ------tidak terkecuali penelitian agama, yang obyeknya terbentang amat luas sebagaimana didiskripsikan di muka, tidak lain adalah merupakan kegiatan membaca, baik membaca ayat-ayat qouliyah maupun ayat-ayat kauniyah. Dengan demikian, kajian Islam dalam pengertian yang luas, yaitu agama dan peradaban itu, maka wilayahnya atau topik-topik yang seharusnya dikembangkan menjadi sangat luas pula. Badan litbang atau Pusat-Pusat Penelitian di lingkungan Kementerian Agama, dan tentu tidak terkecuali di perguruan tinggi Islam seharusnya dikembangkan menjadi seluas ajaran Islam itu sendiri. Lembaga-lembaga itu, selain harus memenuhi kebutuan praktis, sebagai dasar pengambil kebijakan, juga seharusnya menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, berbicara Islam seharusnya identik dengan berbicara tentang ilmu pengetahuan. Akhirnya, saya yakin, berangkat dari cara berpikir seperti ini, maka umat Islam ke depan akan menjadi maju dan berhasil membangun peradaban secara lebih sempurna. Wallahu a’lam.

Terima kasih atas kunjungannya di Make you smile
Tags:

About

Thank you for your visit in my blog, you can access subtitle in this blog. If you need subtitle you can request in my contact or comment in one of article. Author : Alan Hendrawan

0 comments

Leave a Reply

Thank you for your comment in my blog