Riba yang Dimaksud Al-Quran
Kata
riba dari segi bahasa berarti "kelebihan". Sehingga bila kita hanya
berhenti kepada arti "kelebihan" tersebut, logika yang dikemukakan
kaum musyrik di atas cukup beralasan. Walaupun Al-Quran hanya menjawab
pertanyaan mereka dengan menyatakan "Tuhan
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS 2:275),
pengharaman dan penghalalan tersebut tentunya tidak dilakukan tanpa adanya
"sesuatu" yang membedakannya, dan "sesuatu" itulah yang
menjadi penyebab keharamannya.
Dalam
Al-Quran ditemukan kata riba terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam
empat surat, yaitu Al-Baqarah, Ali 'Imran, Al-Nisa', dan Al-Rum. Tiga surat
pertama adalah "Madaniyyah" (turun setelah Nabi hijrah ke Madinah),
sedang surat Al-Rum adalah "Makiyyah" (turun sebelum beliau hijrah).
Ini berarti ayat pertama yang berbicara tentang riba adalah Al-Rum ayat 39: Dan sesuatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar ia
menambah kelebihan pads harts manusia, maka riba itu tidak menambah pads sisi
Allah ...
Kesimpulan
terakhir yang dapat kita garisbawahi adalah bahwa riba pada masa turunnya
Al-Quran adalah kelebihan yang dipungut bersama jumlah utang yang mengandung
unsur penganiayaan dan penindasan, bukan sekadar kelebihan atau penambahan
jumlah utang.
Kesimpulan
di atas diperkuat pula dengan paktek Nabi saw. yang membayar utangnya dengan
penambahan atau nilai lebih. Sahabat Nabi, Abu Hurairah, memberitahukan bahwa
Nabi saw. pernah meminjam seekor unta dengan usia tertentu kepada seseorang,
kemudian orang tersebut datang kepada Nabi untuk menagihnya. Dan ketika itu
dicarikan unta yang sesuai umurnya dengan unta yang dipinjamnya itu tetapi Nabi
tidak mendapatkan kecuali yang lebih tua. Maka beliau memerintahkan untuk
memberikan unta tersebut kepada orang yang meminjamkannya kepadanya, sambil
bersabda, "Inna khayrakum ahsanukum qadha'an" (Sebaik-baik kamu
adalah yang sebaik-baiknya membayar utang).
Jabir,
sahabat Nabi, memberitahukan pula bahwa ia pernah mengutangi Nabi saw. Dan
ketika ia mendatangi beliau, dibayarnya utangnya dan dilebihkannya. Hadis di
atas kemudian diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
Benar
bahwa ada pula riwayat yang menyatakan bahwa kullu qardin jarra manfa'atan
fahuwa haram (setiap piutang yang menarik atau menghasilkan manfaat, maka ia
adalah haram). Tetapi hadis ini dinilai oleh para ulama hadis sebagai hadis
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya, sehingga ia tidak dapat
dijadikan dasar hukum.
Sebagai
penutup, ada baiknya dikutip apa yang telah ditulis oleh Syaikh Muhammad Rasyid
Ridha dalam Tafsir Al-Manar, setelah. menjelaskan arti riba yang dimaksud
Al-Quran:
"Tidak
pula termasuk dalam pengertian riba, jika seseorang yang memberikan kepada
orang lain harta (uang) untuk diinvestasikan sambil menetapkan baginya dari
hasil usaha tersebut kadar tertentu. Karena transaksi ini menguntungkan bagi
pengelola dan bagi pemilik harta, sedangkan riba yang diharamkan merugikan
salah seorang tanpa satu dosa (sebab) kecuali keterpaksaannya, serta
menguntungkan pihak lain tanpa usaha kecuali penganiayaan dan kelobaan. Dengan
demikian, tidak mungkin ketetapan hukumnya menjadi sama dalam pandangan
keadilan Tuhan dan tidak pula kemudian dalam pandangan seorang yang berakal
atau berlaku adil."
Riba Menurut Al-Qur'an Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2011558-riba-menurut-al-qur/
0 comments