Dahulu kala ada seorang puteri
yang cantik jelita bernama Dewi Sanggalangit. Ia puteri seorang raja
yang terkenal di Kediri. Karena wajahnya yang cantik jelita dan sikapnya
yang lemah lembut banyak para pangeran dan raja-raja yang ingin
meminangnya untuk dijadikan sebagai istri.
Namun sayang Dewi
Sanggalangit nampaknya belum berhasrat untuk berumah tangga. Sehingga
membuat pusing kedua orang tuanya. Padahal kedua orang tuanya sudah
sangat mendambakan hadirnya seorang cucu. “Anakku, sampai kapan kau akan
menolak setiap pangeran yang datang melamarmu?” tanya Raja pada suatu
hari.
“Ayahanda… sebenarnya hamba belum berhasrat untuk bersuami.
Namun jika ayahanda sangat mengharapkan, baiklah. Namun hamba minta
syarat, calon suami hamba harus bisa memenuhi keinginan hamba.”
“Lalu apa keinginanmu itu?”
“Hamba belum tahu…”
“Lho? Kok aneh…?” sahut Baginda.
“Hamba akan bersemedi minta petunjuk Dewa. Setelah itu hamba akan menghadap ayahanda untuk menyampaikan keinginan hamba.”
Demikianlah, tiga hari tiga malam Dewi Sanggalangit bersemedi. Pada hari keempat ia menghadap ayahandanya.
“Ayahanda,
calon suami hamba harus mampu menghadirkan suatu tontonan yang menarik.
Tontonan atau keramaian yang belum ada sebelumnya. Semacam tarian yang
diiringi tabuhan dan gamelan. Dilengkapi dengan barisan kuda kembar
sebanyak seratus empat puluh ekor. Nantinya akan dijadikan iringan
pengantin. Terakhir harus dapat menghadirkan binatang berkepala dua.”
“Wah berat sekali syaratmu itu!” sahut Baginda.
Meski
berat syaratnya itu tetap diumumkan kepada segenap khalayak ramai.
Siapa saja boleh mengikuti sayembara itu. Tidak peduli para pangeran,
putera bangsawan atau rakyat jelata.
Para pelamar yang tadinya
menggebu-gebu untuk memperistri Dewi Sanggalangit jadi ciut nyalinya.
Banyak dari mereka yang mengundurkan diri karena merasa tak sanggup
memenuhi permintaan sang Dewi.
Akhirnya tinggal dua orang yang
menyatakan sanggup memenuhi permintaan Dewi Sanggalangit. Mereka adalah
Raja Singabarong dari Kerajaan Lodaya dan Raja Kelanaswandana dari
Kerajaan Bandarangin.
Baginda Raja sangat terkejut mendengar
kesanggupan kedua raja itu. Sebab Raja Singabarong adalah manusia yang
aneh. Ia seorang manusia yang berkepala harimau. Wataknya buas dan
kejam. Sedang Kelanaswandana adalah seorang raja yang berwajah tampan
dan gagah, namun punya kebiasaan aneh, suka pada anak laki-laki. Anak
laki-laki itu dianggapnya sebagai gadis-gadis cantik.
Namun semua sudah terlanjur, Dewi Sanggalangit tidak bisa menggagalkan persyaratan yang telah diumumkan.
Raja
Singabarong dari Kerajaan Lodaya memerintah dengan bengis dan kejam.
Semua kehendaknya harus dituruti. Siapa saja dari rakyatnya yang
membangkang tentunya akan dibunuh. Raja Singabarong bertubuh tinggi
besar. Dari bagian leher ke atas berwujud harimau yang mengerikan.
Berbulu lebat dan penuh dengan kutu-kutu. Itulah sebabnya ia memelihara
seekor burung merak yang rajin mematuki kutu-kutunya.
Ia sudah
mempunyai selir yang jumlahnya banyak sekali. Namun belum mempunyai
permaisuri. Menurutnya sampai detik ini belum ada wanita yang pantas
menjadi permaisurinya, kecuali Dewi Sanggalangit dari Kediri. Karena itu
ia sangat berharap dapat memenuhi syarat yang diajukan oleh Dewi
Sanggalangit.
Raja Singabarong telah memerintahkan kepada para
abdinya untuk mencarikan kuda-kuda kembar. Mengerahkan para seniman dan
seniwatinya menciptakan tontonan yang menarik, dan mendapatkan seekor
binatang berkepala dua. Namun pekerjaan itu ternyata tidak mudah. Kuda
kembar sudah dapat dikumpulkan, namun tontonan dengan kreasi baru belum
tercipta, demikian pula binatang berkepala dua belum didapatkannya.
Maka pada suatu hari ia memanggil patihnya yang bernama Iderkala.
“Hai
Patih coba kamu selidiki sampai bagaimana si Kelanaswandana
mempersiapkan permintaan Dewi Sanggalangit. Kita jangan sampai kalah
cepat oleh Kelanaswandana.”
Patih Iderkala dengan beberapa
prajurit pilihan segera berangkat menuju kerajaan Bandarangin dengan
menyamar sebagai seorang pedagang. Mereka menyelidiki berbagai upaya
yang dilakukan oleh Raja Kelanaswandana. Setelah melakukan penyelidikan
dengan seksama selama lima hari mereka kembali ke Lodaya.
“Ampun
Baginda. Kiranya si Kelanaswandana hampir berhasil mewujudkan permintaan
Dewi Sanggalangit. Hamba lihat lebih dari seratus ekor kuda kembar
telah dikumpulkan. Mereka juga telah menyiapkan tontonan yang menarik,
yang sangat menakjubkan.” Patih Iderkala melaporkan.
“Wah celaka!
Kalau begitu sebentar lagi dia dapat merebut Dewi Sanggalangit sebagai
istrinya.” kata Raja Singabarong. “Lalu bagaimana dengan binatang
berkepala dua, apa juga sudah mereka siapkan?”
“Hanya binatang
itulah yang belum mereka siapkan. Tapi nampaknya sebentar lagi mereka
dapat menemukannya.” sambung Patih Iderkala.
Raja Singabarong menjadi gusar sekali. Ia bangkit berdiri dari kursinya dan berkata keras.
“Patih
Iderkala! Mulai hari ini siapkan prajurit pilihan dengan senjata yang
lengkap. Setiap saat mereka harus siap diperintah menyerbu ke
Bandarangin.”
Demikianlah, Raja Singabarong bermaksud merebut
hasil usaha keras Raja Kelanaswandana. Setelah mengadakan persiapan yang
matang, Raja Singabarong memerintahkan prajurit mata-mata untuk
menyelidiki perjalanan yang akan ditempuh Raja Kelanaswandana dari
Wengker menuju Kediri. Rencananya Raja Singabarong akan menyerbu mereka
di perjalanan dan merampas hasil usaha Raja Kelanaswandana untuk
diserahkan sendiri kepada Dewi Sanggalangit.
Raja Kelanaswandana
yang memerintah kerajaan Wengker berwajah tampan dan bertubuh gagah. Ia
memerintah dengan adil dan bijaksana. Namun ada wataknya yang tidak
baik, ia suka mencumbui anak laki-laki. Ia menganggap anak laki-laki
yang berwajah tampan dan bertubuh molek itu seperti gadis-gadis remaja.
Hal ini sangat mencemaskan pejabat kerajaan dan para pendeta.
Menimbulkan kesedihan bagi para rakyat yang harus kehilangan anak
laki-lakinya sebagai pemuas nafsu Raja.
Patih Pujanggeleng dan
pendeta istana sudah berusaha menasehati Raja agar meninggalkan
kebiasaan buruknya itu namun saran mereka tiada gunanya. Raja tetap saja
mengumpulkan puluhan anak laki-laki yang berwajah tampan.
Pada
suatu hari Raja Kelanaswandana memanggil semua pejabat kerajaan dan para
pendeta. Ia berkata bahwa ia akan menghentikan kebiasaannya jika dapat
memperistri Dewi Sanggalangit dari Kediri. Sebab semalam ia mimpi
bertemu dengan gadis cantik jelita itu dalam tidur. Menurut para Dewa
gadis itulah yang akan menghentikan kebiasaan buruknya mencumbui anak
laki-laki.
Seluruh pejabat dan pendeta menyetujui kehendak Raja
yang ingin memperistri Dewi Sanggalangit. Maka ketika mereka mendengar
persyaratan yang diajukan Dewi Sanggalagit, mereka tiada gentar, seluruh
kawula kerajaan, baik para pejabat, seniman, rakyat biasa rela bekerja
keras guna memenuhi permintaan Dewi Sanggalangit.
Karena mendapat
dukungan seluruh rakyatnya maka dalam tempo yang tidak begitu lama Raja
Kelanaswandana dapat menyiapkan permintaan Dewi Sanggalangit. Hanya
binatang berkepala dua yang belum didapatnya. Patih Pujanggeleng yang
bekerja mati-matian mencarikan binatang itu akhirnya angkat tangan,
menyatakan ketidaksanggupannya kepada Raja.
“Tidak mengapa!” kata
Raja Kelanaswandana. ”Soal binatang berkepala dua itu aku sendiri yang
akan mencarinya. Sekarang tingkatkan kewaspadaan, aku mencium gelagat
kurang baik dari kerajaan tetangga.”
“Maksud Baginda?” tanya Patih Pujanggeleng penasaran.
“Coba kau menyamar jadi rakyat biasa, berbaurlah dengan penduduk di pasar dan keramaian lainnya.”
Perintah
itu dijalankan, maka Patih Pujanggeleng mengerti maksud Raja. Ternyata
ada penyusup dari kerajaan Lodaya. Mereka adalah para prajurit pilihan
yang menyamar sebagai pedagang keliling. Patih Pujanggeleng yang juga
mengadakan penyamaran serupa akhirnya dapat mengorek keterangan secara
halus apa maksud prajurit Lodoya itu datang ke Bandarangin.
Prajurit
Lodaya merasa girang setelah mendapatkan keterangan yang diperlukan. Ia
bermaksud kembali ke Lodoya. Namun sebelum melewati perbatasan, anak
buah Patih Pujanggeleng sudah mengepungnya, karena prajurit itu melawan
maka terpaksa para prajurit Bandarangin membunuhnya.
Patih Pujanggeleng menghadap Raja Kelanaswandana.
“Apa yang kau dapatkan?” tanya Raja Kelanaswandana.
“Ada
penyusup dari kerajaan Lodaya yang ingin mengorek keterangan tentang
usaha Baginda memenuhi persyaratan Dewi Sanggalangit. Raja Singabarong
hendak merampas usaha Baginda dalam perjalanan menuju Kediri.”
“Kurang
ajar!“ sahut Raja Kelanaswandana. “Jadi Raja Singabarong akan
menggunakan cara licik untuk memperoleh Dewi Sanggalangit. Kalau begitu
kita hancurkan kerajaan Lodaya. Siapkan bala tentara kita.”
Sementara
itu Raja Singabarong yang menunggu laporan dari prajurit mata-mata yang
dikirim ke Bandarangin nampak gelisah. Ia segera memerintahkan Patih
Iderkala menyusul ke perbatasan. Sementara dia sendiri segera pergi ke
tamansari untuk menemui si burung merak, karena pada saat itu kepalanya
terasa gatal sekali.
“Hai burung merak! Cepat patukilah kutu-kutu di kepalaku!” teriak Raja Singabarong dengan gemetaran menahan gatal.
Burung
merak yang biasa melakukan tugasnya segera hinggap di bahu Raja
Singabarong lalu mematuki kutu-kutu di kepala Raja Singabarong.
Patukan-patukan
si burung merak terasa nikmat, asyik, bagaikan buaian sehingga Raja
Singabarong terlena dan akhirnya tertidur. Ia sama sekali tak mengetahui
keadaan di luar istana. Karena tak ada prajurit yang berani melapor
kepadanya. Memang sudah diperintahkan kepada prajurit bahwa jika ia
sedang berada di tamansari siapapun tidak boleh menemui dan
mengganggunya, jika perintah itu dilanggar maka pelakunya akan dihukum
mati.
Karena tertidur ia sama sekali tak mengetahui jika di luar
istana pasukan Bandarangin sudah datang menyerbu dan mengalahkan
prajurit Lodaya. Bahkan Patih Iderkala yang dikirim ke perbatasan telah
binasa lebih dahulu karena berpapasan dengan pasukan Bandarangin.
Ketika
peperangan itu sudah merembet ke dalam istana dekat tamansari barulah
Raja Singabarong terbangun karena mendengan suara ribut-ribut. Sementara
si burung mereka masih terus bertengger mematuki kutu-kutu dikepalanya,
jika dilihat sepintas dari depan Raja Singabarong seperti binatang
berkepala dua yaitu berkepala harimau dan burung merak.
“Hai mengapa kalian ribut-ribut?” teriak Raja Singabarong.
Tak
ada jawaban, kecuali berkelebatnya bayangan seseorang yang tak lain
adalah Raja Kelanaswandana. Raja Bandarangin itu tahu-tahu sudah berada
di hadapan Raja Singabarong.
Raja Singabarong terkejut sekali. “Hai Raja Kelanaswandana mau apa kau datang kemari?”
“Jangan
pura-pura bodoh!” sahut Raja Kelanaswandana. “Bukankah kau hendak
merampas usahaku dalam memenuhi persyaratan Dewi Sanggalangit!”
“Hem, jadi kau sudah tahu!” sahut Raja Singabarong dengan penuh rasa malu.
“Ya,
maka untuk itu aku datang menghukummu!” berkata demikian Raja
Kelanaswandana mengeluarkan kesaktiannya. Diarahkan ke bagian kepala
Raja Singabarong. Seketika kepala Singabarong berubah. Burung merak yang
bertengger di bahunya tiba-tiba melekat jadi satu dengan kepalanya
sehingga Raja Singabarong berkepala dua.
Raja Singabarong marah
bukan kepalang, ia mencabut kerisnya dan meloncat menyerang Raja
Kelanaswandana. Namun Raja Kelanaswandana segera mengayunkan cambuk
saktinya bernama Samandiman. Cambuk itu dapat mengeluarkan hawa panas
dan suaranya seperti halilintar.
“Jhedhaaar…!” begitu terkena
cambuk Samandiman, tubuh Raja Singabarong terpental, menggelepar-gelepar
di atas tanah. Seketika tubuhnya terasa lemah dan anehnya tiba-tiba
tubuhnya berubah menjadi binatang aneh, berkepala dua yaitu kepala
harimau dan merak. Ia tidak dapat berbicara dan akalnya telah hilang.
Raja Kelanaswandana segera memerintahkan prajurit Bandarangin untuk
menangkap Singabarong dan membawanya ke negeri Bandarangin.
Beberapa
hari kemudian Raja Kelanaswandana mengirim utusan yang memberitahukan
Raja Kediri bahwa ia segera datang membawa persyaratan Dewi
Sanggalangit. Raja Kediri langsung memanggil Dewi Sanggalangit.
“Anakku apa kau benar-benar bersedia menjadi istri Raja Kelanaswandana?”
“Ayahanda… apakah Raja Kelanaswandana sanggup memenuhi persyaratan hamba?”
“Tentu
saja, dia akan datang dengan semua persyaratan yang kau ajukan.
Masalahnya sekarang, tidakkah kau menyesal menjadi istri Raja
Kelanaswandana?”
“Jika hal itu sudah jodoh hamba akan
menerimanya. Siapa tahu kehadiran hamba disisinya akan merubah kebiasaan
buruknya itu.” tutur Dewi Sanggalangit.
Demikianlah, pada hari
yang ditentukan datanglah rombongan Raja Kelanaswandana dengan kesenian
Reog sebagai pengiring. Raja Kelanaswandana datang dengan iringan
seratus empat puluh empat ekor kuda kembar, dengan suara gamelan,
gendang dan terompet aneh yang menimbulkan perpaduan suara aneh, merdu
mendayu-dayu. Ditambah lagi dengan hadirnya seekor binatang berkepala
dua yang menari-nari liar namun indah dan menarik hati. Semua orang yang
menonton bersorak kegirangan, tanpa terasa mereka ikut menari-nari dan
berjingkrak-jingkrak kegirangan mengikuti suara musik.
Demikianlah,
pada akhirnya Dewi Sanggalangit menjadi permaisuri Raja Kelanaswandana
dan diboyong ke Bandarangin di Wengker. Wengker adalah nama lain dari
Ponorogo sehingga di kemudian hari kesenian Reog itu disebut Reog
Ponorogo.
Sumber : http://idajulaikah.multiply.com/reviews/item/3
0 comments