(Cerita Rakyat Indramayu)
Alkisah,
ada seorang pemuda yang sedang menyambit rumput di wilayah Sindang.
Ketika ia sedang asyik-asyiknya menyabit rumput turun hujan gerimis.
Tidak lama kemudian terlihat ada pelangi. Sang penyabit rumput melihat
ujung pelangi jatuh di sebuah sumur milik masyarakat setempat. Merasa
heran, pemuda tadi mendekati sumur, namun ia tertegun karena di sumur
tersebut ada tujuh orang bidadari yang sedang mandi.
Saat ia
memperhatikan ketujuh bidadari yang cantik jelita tersebut, terbersit di
dalam hatinya untuk mempermainkan salah seorang bidadari. Ia mengambil
salah satu baju yang disimpan tidak jauh dari sumur. Setelah merasa
cukup bersenang-senang mandi, pada bidadari hendak pergi ke tempat
asalnya, kayangan. Setelah mengenakan pakaian, ternyata masih ada salah
seorang bidadari masih sibuk mencari pakaiannya. Namun, karena
teman-temannya sudah tidak sabar menunggu, akhirnya ia berkata,
“Tinggalkan saja aku di sini, nanti jika pakaiannya sudah ketemu akan
menyusul”. Setelah lelah mencari sampai sore hari pakaiannya tidak juga
ketemu, ia terduduk lesu di tepi sumur. Melihat bidadari sedang duduk
sendirian, sang pemuda yang mencuri pakaiannya menghampir, seraya
berkata, “Adik sedang apa? Sekarang sudah menjelang malam mari
beristirahat di rumahku.”
Singkat cerita, akhirnya kedua makhluk
tadi menikah dan dikaruniai seorang putera. Pada saat memasak untuk
keluarganya, ada suatu keanehan yang biasa dilakukan oleh sang Bidadari.
Ia hanya mengambil beberapa butir padi kemudian disimpan di dalam
wajan. Tidak lama kemudian wajan dibuka dan padi sudah berubah menjadi
nasi. Begitu yang dilakukan bidadari setiap ia menanak nasi.
Suatu
hari sang Bidadari hendak berangkat ke suatu tempat, maka ia berpesan
kepada suaminya agar menjaga padi yang sedang dimasak di dalam wajan dan
jangan sesekali membuka wajan tersebut. Namun setelah keberangkatan
isterinya, sang suami penasaran ingin membuka wajan tersebut, ketika
dibuka terlihat butiran padi. Ketika isterinya pulang, ia langsung
membuka wajan dan dilihatnya hanya butiran padi. Maka ia berkata dalam
hatinya bahwa suaminya telah melanggar janji untuk tidak membuka wajan.
Mulai saat itu, sang bidadari harus menanak nasi seperti sekarang.
Suatu
ketika pada saat sang bidadari sedang mengambil padi di lumbung, ia
menemkan pakaiannya. Maka terbanglah ke kayangan. Suaminya mondar-mandir
mencari isterinya karena anaknya ingin menyusui. Maka terdengarlah
suara bahwa saat ini ia sudah kembali ke kayangan dan jika anaknya ingin
menyusui simpan saja di suatu tempat yang aak tinggi, nanti dia akan ke
sana dan setelah menyusui akan kembali ke kayangan lagi.
Sumber:
Surnama,
Yuzar, dkk,. 2004. Budaya Tradisional pada Masyarakat Indramayu.
Bandung: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Kajian Sejarah dan
Nilai Tradisional Bandung.
0 comments