Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing
tersebut diusirnya ke dalam hutan. Ketika kembali ke istana,
Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya
Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul
kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembara.
Setelah
kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa
dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah
hadiah. Ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi. Setelah
bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke
tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Di
sana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang
Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang
melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun
sangat terpesona padanya.
Pada
suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong
Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang
Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu
persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama
diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah
anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya
upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah
syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum.
Dan kedua, ia minta
Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai
itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.
Malam
itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan
makhluk-makhluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang
Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu
hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar
kain sutra merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota,
Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan
pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat
memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.
Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota.
Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu
melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “Tangkuban
Perahu.”
0 comments