Diceritakan kembali oleh Renny Yaniar
Pada
zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di
sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum
saja dikaruniai seorang anak pun.
Setiap hari mereka berdoa pada
Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu
hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu
mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji
mentimun.
"Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang
anak perempuan," kata Raksasa. "Terima kasih, Raksasa," kata suami istri
itu. "Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian
serahkan padaku," sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan
seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.
Suami
istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari
mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin.
Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.
Buah
mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu
masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu.
Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi
perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka
memberi nama bayi itu Timun Mas.
Tahun demi tahun berlalu. Timun
Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga
padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun
Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih janji
untuk mengambil Timun Mas.
Petani itu mencoba tenang. "Tunggulah
sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya,"
katanya. Petani itu segera menemui anaknya. "Anakkku, ambillah ini,"
katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. "Ini akan menolongmu
melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin," katanya. Maka Timun
Mas pun segera melarikan diri.
Suami istri itu sedih atas
kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi
santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia
tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok
petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.
Raksasa segera
berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera
mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu
ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun
terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.
Timun
Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya.
Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil
segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon
dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa
berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri.
Tapi
Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka
Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji
mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas.
Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang
segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.
Timun
Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama
kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun
dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat
ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi
udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas
terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai
Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia
tak bisa bernapas, lalu tenggelam.
Timun Mas lega. Ia telah
selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun
Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya.
"Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku," kata mereka
gembira.
Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.
<-- http://www.geocities.com/kesumawijaya/ceritarakyat/jateng1.html -->
0 comments