Surat
Al Fatihah adalah Ummul Qur`an (Induknya Al Qur`an) dan Ruhnya Al
Qur`an karena di dalamnya terkumpul macam-macam pujian, sifat-sifat
yang tinggi bagi Allah subhanahu wa ta’ala, penetapan tentang kerajaan
dan kekuasaan-Nya, adanya hari kiamat dan hari pembalasan, demikian
pula ibadah serta niat. Terkandung
pula di dalamnya macam-macam Tauhid dan beban syariat. Juga mengandung
doa yang paling utama dan permintaan yang paling mulia, yaitu
permintaan agar selamat dari jalannya orang-orang yang menentang dan
yang sesat menuju jalannya orang-orang yang berilmu dan orang-orang
yang mengamalkan ilmunya.
Sebagaimana
telah ditetapkan dalam risalah kenabian dengan jalan harus
mengikutnya. Oleh sebab itu maka wajib membaca Al Fatihah di tiap-tiap
rakaat. Sah dan tidaknya shalat bergantung dengannya. Dan peniadaan
hakekat shalat yang syar’i tanpa membacanya. Hal ini dikuatkan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (sampai pada Nabi shollallahu ‘alaihi
wa sallam):
لاَ تُجْزَئُ صَلاَةٌ لاَ يُقْرَأُ فِيْهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ.
“Tidak diberi pahala shalat (seseorang) yang tidak membaca Ummul Qur`an (Al Fatihah).”
Perselisihan Para Ulama
Telah
berlalu pembahasan bahwa menurut madzhab Hanafiyah, disyariatkan
membaca Al Fatihah di dalam shalat, tetapi mereka membolehkan untuk
tidak membacanya walaupun mampu membacanya.
Yang benar adalah pendapat mayoritas ulama, yaitu harus membaca Al Fatihah tatkala mampu.
Telah
terdahulu tentang dalil-dalil kedua kelompok ini. Sementara itu mereka
sepakat atas wajibnya membaca Al Fatihah bagi imam dan orang yang
shalat sendirian. Mereka berselisih tentang membaca Al Fatihah bagi
makmum.
Kelompok
Hanabilah dan Hanafiyah berpendapat: “Gugur bagi makmum secara mutlak
bacaannya. Sama saja dia shalat sirriyah (samar) maupun jahriyah (yang
bacaannya dikeraskan).”
Sedangkan
Syafi’iyah dan ahlul hadits berpendapat: “Wajib membaca Al Fatihah
bagi tiap orang yang shalat, baik imam, makmum, atau orang yang shalat
sendirian.”
Malikiyah
berpendapat bahwa wajib membaca Al Fatihah bagi makmum ketika shalat
sirriyah, dan gugur baginya ketika shalat jahriyah, sebagaimana riwayat
dari Imam Ahmad serta didukung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan
yang lainnya dari ulama Muhaqiqin. Kelompok Hanafiyah berdalilkan
hadits:
مَنْ صَلَّى خَلْفَ إِمَامٍ، فَقِرَاءَةُ اْلإِمَامِ قِرَاءَةٌ لَهُ.
“Barangsiapa yang shalat di belakang imam maka bacaan imam adalah bacaan makmum.”
Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
﴿وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا﴾ [الأعراف: ٢٠٤]
“Apabila dibacakan Al Qur`an maka dengarkanlah oleh kalian dan diamlah.” (QS Al A’raf: 204).
Dan dalam sebuah hadits:
إِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوْا.
“Dan apabila imam membaca maka diamlah.”
Syafi’iyah
dan ulama yang sependapat dengannya berdalilkan dengan hadits Ubadah
bin Shamit rodhiyallahu ‘anhu (hadits ke-94). Mereka membantah hadits:
مَنْ صَلَّى خَلْفَ اْلإِمَام …
“Barangsiapa yang shalat di belakang imam maka bacaan imam adalah bacaan makmum.”
Seperti
yang dikatakan oleh Ibnu Hajar: “(Hadits ini) pada seluruh jalur
(sanadnya) memiliki ilah, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Adapun
riwayat hadits: “Dan apabila imam membaca maka diamlah.” Dan selain
dari keduanya, ini umum untuk seluruh bacaan, sedangkan hadits Ubadah
bin Shamit khusus untuk bacaan Al Fatihah.”
Saya
berkata (Syaikh Alu Bassam): “Yang membuat hati tenang dalam masalah
ini yaitu yang dirinci seperti pendapatnya Imam Malik, dan Imam Ahmad,
pada salah satu dari kedua riwayatnya karena mengumpulkan dalil-dalil
dari dua kelompok di atas dan mengamalkan seluruhnya. Bacaan Al Fatihah
akan hilang dari makmum ketika shalat sirriyah tatkala dia tidak
membacanya dan tidak mendengarnya dari imam. Dan tidak ada faedahnya
seorang imam selama makmum itu menyibukkan diri untuk membaca,
sebagaimana harusnya membaca Al Faatihah bagi makmum tatkala dia tidak
mendengar karena (tempatnya) jauh atau tuli, agar tidak mengganggu
(makmum) di sebelahnya yang mereka itu diam.”
FAEDAH YANG DAPAT DIAMBIL DARI HADITS
1.
Wajib membaca Al Fatihah di tiap-tiap rakaat dalam shalat dan tidak
bisa diganti dengan bacaan lain tatkala dia mampu untuk membacanya.
2.
Batalnya shalat ketika meninggalkan bacaan Al Fatihah dengan sengaja,
karena bodoh dan lupa. Karena ini merupakan rukun, dan rukun-rukun
dalam shalat tidak bisa digugurkan secara mutlak.
3.
Akan tetapi telah terdahulu pembahasannya, yang benar dari tiga
pendapat di atas adalah wajib bagi makmum (membaca Al Fatihah) pada
shalat sirriyah, dan gugur baginya pada shalat jahriyah karena dia
mendengar bacaan imam.
Wallaahu a’lam bish showaab.
Sumber: Terjemah Taisirul ‘Allam Syarah ‘Umdatul Ahkam (Kitab Shalat), Jilid 2, halaman 72-75.
0 comments