BAB IKHLAS DAN MENGHADIRKAN NIAT DI SELURUH AMALAN DAN PERKATAAN YANG NAMPAK MAUPUN YANG TERSEMBUNYI
Allah Ta’la berfirman :
Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus*, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. Al Bayyinah : 5)
Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridha an)
Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. ..( Al
Hajj : 37)
Katakanlah:
“Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu
menampakkannya, pasti Allah Mengetahuinya. Dan Allah mengetahui apa-apa
yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran : 29 ).
(SYARAH ………………….As Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin)
Niat
tempatnya adalah di hati, maka tidak boleh melafadzkannya dengan lesan
pada seluruh amalan. Untuk itu siapa saja melafadzkan niat ketika
hendak ingin sholat atau puasa, haji, wudhu’ atau yang lainnya maka
berarti dia telah membikin amalan baru yang tidak ada asalnya dari
agama Allah.
Karena
Nabi selalu berwudhu’ sholat, bershodaqoh, puasa dan amalan yang
lainnya dan Beliau tidak melafadzkan niat, hal tersebut dikarenakan
tempatnya niat adalah di hati. Sementara Allah Maha mengetahui apa yang
ada di hati dan tidak ada sedikitpun yang tersembunyi bagi-Nya.
Sebagaimana ayat yang dibawakan oleh imam An Nawawi yaitu
Katakanlah:
“Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu
menampakkannya, pasti Allah Mengetahuinya. Dan Allah mengetahui apa-apa
yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran : 29 ).
Wajib
bagi manusia untuk mengikhlaskan niatnya hanya karena Allah dalam
seluruh ibadahnya. Dan jangan meniatkannya kecuali karena wajah Allah
dan mengharap negeri akherat.
Demikianlah yang Allah perintahkan dalam firmannya :
Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus*, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. Al Bayyinah : 5)
(*) Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
Dan
sudah semestinya bagi manusia untuk senantiasa menghadirkan niat pada
seluruh amalannya. (dengan tetap menempatkannya dalam hati. pent)
Misalnya
dia berniat hendak berwudhu maka ia niat berwudhu karena Allah dan ia
berwudhu’ karena menjalankan (sesuai) perintah Allah. Maka hal ini
meliputi 3 perkara :
1. Niat suatu ibadah (misalnya wudhu. Red )
2. Niatnya karena Allah
3. Niat menjalankannya karena (sesuai) perintah Allah
Inilah keadaan yang sempurna berkaitan dengan niat, begitu juga ketika hendak sholat dan amalan-amalan yang lainnya.
Al
Imam An Nawawi menyebutkan beberapa ayat yang kesemuanya menunjukkan
bahwa niat tepatnya adalah di hati dan Allah maha mengetahui niat
setiap hamba-Nya. Bisa saja dia beramal suatu amalan yang nampak
dihadapan manusia sebagai amalan yang sholih padahal amalan tersebut
ternyata rusak dikarenakan dirusak oleh niatnya, sebab Allah maha tahu
apa yang ada dalam hati.
Seorang
manusia tidaklah diberi balasan nanti di hari qiamat kecuali
berdasarkan apa yang ada dalam hatinya berdasarkan firman Allah :
Sesungguhnya
Allah benar-benar Kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).
Pada hari dinampakkan segala rahasia*, Maka sekali-kali manusia tidak
memiliki satu kekuatanpun dan tidak (pula) seorang penolong. ( QS. At
Thariq : 8 –10 )
(*) Yaitu dihari yang akan dikabarkan seluruh isi hati manusia.
Maka
apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam
kubur, Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada” ( QS. Al ‘adiyat : 9
–10 )
Maka
di akherat, pahala dan siksa dan adanya penilaian berdasarkan apa yang
dihati. Adapun didunia maka penilaian itu berdasarkan yang dhohir
(nampak) maka bermuamalah dengan manusia dengan dasar dhohir keadaan
mereka. Akan tetapi dhohir yang nampak ini jika sesuai dengan apa yang
ada pada bathinnya maka menjadi baiklah yang dhohir dan yang batin
tersebut, yang tersembunyi maupun yang terangan-terangan. Namun jika
menyelisihi sehingga hatinya menjadi persembunyian atas niat yang rusak
maka betapa besar kerugian yang akan ditanggungnya. Dia beramal hingga
capek sementara tidak ada hasil dan bagian yang diperolehnya
sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits shohih dari Nabi bersabda
(Hadits Qudsi):
قال
الله تعالى : أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك فيه معي غيري
تركته و شركه تخريج السيوطي: (م هـ) عن أبي هريرة. تحقيق الألباني :
(صحيح) انظر حديث رقم: 4313 في صحيح الجامع.
“Sesungguhnya
Allah berfirman : aku tidak butuh adanya sekutu-sekutu maka barang
siapa yang beramal suatu amalan yang dia menyekutukan aku dengan yang
selainku maka aku akan tinggalkan dia dan sekutunya.” ( HR. Muslim dari
Hadits Abu Hurairah. )
Maka demi Allah wahai saudaraku tetapilah ikhlas karena Allah.
Ketahuilah
syaithon senantiasa mendatangimu ketika engkau ingin beramal kebaikan
dengan berkata : sesungguhnya kamu beramal ini tidak lain karena ria !!
Kemudian dengan sebab bisikan tersebut, kamu hilangkan keinginanmu
untuk beramal.
Yang
benar hendaknya kamu tidak usah memperdulikan bisikan itu dan jangan
kamu ikuti syaithon tersebut maka tetaplah beramal karena kalau engkau
ditanya apakah kamu sekarang beramal ini karena ria atau sum’ah ?
jawablah : bukan. Jadi itu tadi adalah was-was yang disusupkan oleh
syaithon didalam hati kamu maka jangan kamu pedulikan.
0 comments